Kades Diduga Terbitkan SPH Ilegal, Warga Geram: Tanah Bersertifikat Diserobot!

0 0
Read Time:3 Minute, 31 Second
https://www.profitablecpmrate.com/ki4sf672yj?key=11d19e0ce7111b57c69b1b76cd2593c6

Kabupaten OKI, Sumatera SelatanRBO – Sengketa lahan yang mencoreng nama baik pemerintahan desa terjadi di Desa Sukapulih, Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).

Kepala Desa (Kades) setempat diduga menerbitkan Surat Pernyataan Hak (SPH) secara ilegal, memicu kemarahan warga dan tuntutan keadilan dari pemilik lahan yang sah.

Dalih Kades bahwa lokasi tanah dalam SPH berbeda dengan tanah bersertifikat milik Fatoni dinilai mengada-ada dan tidak berdasar. Masyarakat pun curiga, ada indikasi permainan kotor dalam penerbitan SPH ini.

Fatoni: “Saya Tidak Pernah Menyetujui, Ini Penyerobotan!”

Masalah ini mencuat setelah Fatoni, pemilik tanah yang sah berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM), mendapati bahwa tanahnya telah diterbitkan SPH atas nama pihak lain, tanpa sepengetahuannya.

Dalam konferensi pers di kediamannya pada Senin, 17 Maret 2025, pukul 14.30 WIB, Fatoni menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menyetujui atau menandatangani dokumen apa pun terkait SPH tersebut.

“Saya tidak pernah dihubungi, dimintai persetujuan, atau tanda tangan, baik oleh aparat desa maupun oleh pihak yang mengklaim sebagai pemilik baru dalam SPH itu!” tegas Fatoni.

Saudaranya, Yahya, juga mengecam tindakan ini. Ia mengungkapkan bahwa tanah bersertifikat milik keluarganya bahkan sudah dibangun oleh orang lain tanpa izin!

“Tanah kami bersertifikat resmi, tapi tiba-tiba ada bangunan berdiri di atasnya tanpa sepengetahuan kami. Ini jelas-jelas pelanggaran hukum dan perampasan hak!” ujar Yahya dengan geram.

Kades Berkilah, Masyarakat Curiga Ada Permainan Kotor

Menanggapi tudingan ini, Kades Sukapulih sempat memberikan klarifikasi kepada Koordinator Aksi SPM Sumsel, Yovi Meitaha, melalui pesan WhatsApp. Namun, klarifikasi tersebut justru semakin menimbulkan kecurigaan.

“Kades mengatakan bahwa lokasi tanah dalam SPH berbeda dengan tanah Fatoni yang bersertifikat. Tapi alasan ini sangat lemah dan tidak berdasar. Ini seolah hanya pembelaan diri tanpa bukti yang jelas,” ungkap Yovi saat ditemui di SPBU Celika Kayuagung.

Lebih lanjut, masyarakat mempertanyakan apa motivasi di balik penerbitan SPH ini? Apakah ada kepentingan tersembunyi yang melibatkan aktor-aktor tertentu di balik layar?

Potensi Pelanggaran Hukum: Kades Bisa Dijerat Pasal Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang

Tindakan Kades Sukapulih berpotensi melanggar berbagai regulasi pertanahan dan hukum pidana, di antaranya:

1. Pasal 385 KUHP tentang penggelapan hak atas tanah, yang berbunyi:

“Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum menjual, menukarkan, atau membebani dengan hipotek tanah milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA), yang mengatur kepastian hukum hak atas tanah, sehingga penerbitan SPH atas tanah yang sudah bersertifikat dapat dikategorikan sebagai maladministrasi berat.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang menyatakan bahwa sertifikat tanah adalah bukti kepemilikan yang sah dan tidak bisa diganggu gugat oleh dokumen lain yang tidak memiliki kekuatan hukum setara.

4. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur penyalahgunaan wewenang oleh pejabat yang merugikan negara dan masyarakat, dengan ancaman pidana 4 hingga 20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.

Jika terbukti bersalah, Kades tidak hanya bisa diberhentikan dari jabatannya, tetapi juga dijerat hukuman pidana berat!

SPM Sumsel Desak APH Bertindak: “Ini Bukan Sekadar Administrasi, Ini Dugaan Tindak Pidana!”

Serikat Pemuda dan Masyarakat Sumatera Selatan (SPM Sumsel) dengan tegas meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera bertindak.

“Kami menuntut agar kasus ini diusut tuntas dan pelakunya dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku! Ini bukan hanya persoalan administrasi, ini dugaan tindak pidana!” tegas Yovi Meitaha.

SPM Sumsel juga memperingatkan Pemerintah Kabupaten OKI dan instansi terkait agar tidak melindungi oknum yang terlibat dalam kasus ini.

“Jika kasus ini dibiarkan, maka ini akan menjadi preseden buruk bagi pemerintahan desa di seluruh OKI. Jangan sampai kepala desa lain merasa bisa seenaknya menerbitkan SPH di atas tanah bersertifikat milik warga!” tambah Yovi.

Sampai saat ini, Camat Pedamaran masih belum memberikan tanggapan resmi terkait kasus ini, meski sudah dimintai konfirmasi pada Selasa, 18 Maret 2025.

Ancaman Konflik Agraria dan Kepercayaan Publik yang Tergerus

Kasus ini menjadi bukti nyata rapuhnya sistem administrasi pertanahan di tingkat desa dan rendahnya transparansi pemerintahan. Jika tidak ditangani secara serius, maka konflik agraria bisa meluas, dan kepercayaan masyarakat terhadap aparat desa akan semakin runtuh.

SPM Sumsel berjanji tidak akan tinggal diam dan akan terus mengawal kasus ini hingga keadilan benar-benar ditegakkan.

Akankah kasus ini berakhir dengan keadilan, atau justru menjadi contoh buruk lemahnya supremasi hukum di tingkat desa? Publik menunggu jawaban!(Nov)

About Post Author

redi setiawan

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *