Bea Cukai Tembilahan Kabupaten Inhil Disorot, Rokok Ilegal Kian Marak di Pasaran

1 0
Read Time:3 Minute, 36 Second

Tembilahan, RBO – Peredaran rokok ilegal tanpa pita cukai kian marak di wilayah Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir. Ironisnya, meski fenomena ini sudah lama dikeluhkan masyarakat, pihak Bea dan Cukai Tembilahan seolah tutup mata dan tidak melakukan tindakan tegas.

Berdasarkan pantauan di lapangan, sejumlah warung dan toko eceran di kawasan Tembilahan terbuka menjual berbagai merek rokok tanpa pita cukai. Harga jualnya yang jauh lebih murah dibandingkan rokok legal membuat peredaran produk ini semakin sulit dibendung.

Peredaran rokok ilegal kian merajalela baik di Kota Tembilahan Kabupaten Inhil Provinsi Riau

Bahkan, rokok tanpa cukai itu kerap diletakkan para perokok di atas meja sebagai teman nongkrong di warung kopi.

Meski dilarang, para pedagang tetap menjual rokok ilegal tersebut kepada masyarakat. Setidaknya, dari lima pedagang toko kelontong, dan sembako yang didatangi Tim Media Reformasi Bangsa semuanya menjual rokok tanpa cukai itu.

Pola atau cara menjualnya memiliki kesamaan, yakni sembunyi-sembunyi. Mereka tidak memajang rokok tanpa cukai itu di etalase kaca maupun rak yang dibuat dari kayu.

Ketika ada pembeli bertanya atau langsung menyebut merek rokok ilegal, para pedagang baru mengambilnya. Sesekali, mereka mengamati pembeli yang dianggap baru pertama belanja ke kedainya.

Pedagang tampak waswas karena menjual barang ilegal yang berpotensi membuat mereka kena cokok petugas. Rokok ilegal itu pun bukan mereka ambil dari etalase kaca atau rak kayu, melainkan dari laci atau ruang penyimpanan “Rahasia.”

Ada beberapa rokok yang sama sekali tidak dipasang pita cukai. Namun, ada juga rokok ilegal yang diberi cukai, tetapi tidak sesuai ketentuan.

Contohnya, rokok berbungkus biru dipasang cukai dengan jumlah rokok 12 batang. Tetapi, total isinya dalam sebungkus 20 batang.

Seorang pedagang berinisial AM menjual rokok resmi dan ilegal. Berbagai rokok resmi tersusun rapi, dipajang dari atas hingga bawah di etalasenya. Rokok tersebut disusun berdasar merek, dan warna yang selaras.

Namun, rokok ilegal ia letakkan di dekat meja kasir. Ketika melayani konsumen asing yang membeli rokok ilegal, ia agak waswas. Berbeda sikapnya Ketika melayani pembeli rokok resmi.

Ia mengatakan, pembeli rokok ilegal didominasi pekerja lepas seperti tukang Ojek, kuli, dan buruh Biasanya mereka membeli per batang ataupun per bungkus.

Menurutnya, peminat rokok tanpa cukai ada karena harga rokok resmi mahal. Ujungnya para “ahli isap”beralih ke rokok yang jauh lebih murah, yakni yang tanpa cukai.

Meski murah, rokok Ilegal menawarkan rasa yang hampir sama dengan rokok resmi. “Rokok tanpa cukai ini orang tua banyak yang beli, seperti tukang Ojek. Itupun mereka membelinya jarang per bungkus, tapi per batang,” kata AM, Senin (27/10).

Harga rokok resmi dan ilegal memang jauh berbeda. Misalnya harga rokok resmi Rp 35 ribu per bungkus, yang ilegal Rp 20 ribu per bungkus. Berdasar pengakuan AM, rokok tanpa cukai bukan diantar sales

“Itu barang dari kawan ke kawan sesama pedagang. Sebulan sekali lah datang. Saya enggak berani memajangnya,” ujarnya.

Rokok ilegal atau tanpa cukai memiliki penikmat tersendiri di masyarakat, seperti halnya rokok resmi. Meski awalnya hanya coba-coba, tapi kian lama perokok semakin terbiasa dengan rasanya yang dianggap hampir sama dengan rokok resmi.

Seperti halnya pekerja berinisial DH. Ia bekerja di salah satu warung kopi di Kota Tembilahan ,Inhil (Riau). Ia sudah menikmati rokok tanpa cukai dua tahun belakangan.

Awalnya ia cuma coba-coba, tetapi lama kelamaan ketagihan. Yang membuatnya beralih dari rokok pabrikan ke rokok ilegal lantaran harga rokok resmi yang biasa ia beli kian mahal.

Sedangkan gajinya sebagai pekerja di warung kopi pas-pasan. Dari situ lah ia mulai membeli dan mengisap produk yang tidak memberi pemasukan bagi negara tersebut.

“Harganya lebih murah dibanding rokok saya sebelumnya,” katanya, Senin (27/10). Sambil mencuci piring kotor, H bercerita bahwa rokok tanpa cukai yang ia nikmati saat ini Rp 20 ribuan per bungkus.

Sedangkan rokok resmi kini mencapai Rp 35 ribuan per bungkus, atau kurang lebih selisih harganya Rp 15 ribu. Sehari, baik saat bekerja maupun tidak, ia bisa menghabiskan dua bungkus rokok.

Hal itu lah yang membuatnya beralih dari rokok pabrikan yang berkontribusi terhadap pemasukan negara, ke produk yang diduga tidak memberi pemasukan ke negara.

Menurut perhitungannya, setelah mengganti rokok legal ke ilegal, ia masih bisa menyisihkan gaji untuk ditabung. Meski menikmati rokok ilegal, ia tidak ambil pusing karena yang penting bisa merokok dan tabungan tetap terisi.

Ia berpendapat, ketimbang beli rokok legal, gaji bisa cepat habis dan sulit menabung.

“Kalau seandainya membeli rokok yang sudah terkenal di pasaran, harganya jauh lebih mahal. Kemudian, kalaupun cukup untuk membeli rokok, bisa habis gaji saya, enggak bisa menabung,” katanya. (YS)

About Post Author

redi setiawan

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *