Ulama Pewaris Para Nabi
Penulis: Abdul Mukti – Pemerhati Kehidupan Beragama
Umat Islam harus banyak berterima kasih kepada Ulama : ustadz, kiyai,buya dan apalagi sebutannya. Karena pak kiyai atau ustadz inilah yang banyak membimbing umat dalam kehidupannya teruma dalam soal agama.
Kita bisa shalat karena diajari dan dibimbing ustadz.Kita bisa baca Al-Quran karena diajari pak kiyai. Kita hajatan untuk baca doa minta bantuan pak ustadz.
Kita kena musibah juga minta tolong ulama.Dan masih banyak lagi dalam perikehidupan kita yang harus melibatkan ‘ahlul ‘ilmi wa ahlul fiqhi’.
Siapakah Ulama Itu?
Ulama (علماء), kata jamak dari kata tunggal Alim (عالم). Secara literal berarti orang-orang yang berilmu luas dan mendalam. Kata ini disebut dalam Al-Quran :
انما يخشى الله من عباده العلماء
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di kalangan hamba-hamba-Nya hanyalah ulama”. (Q.s.Fathir: 28).
Tetapi Al-Quran menyebut banyak kata lain yang semakna atau memiliki konotasi yang sama dengan ulama. Antara lain : “ulul ilmi” (yang punya ilmu), “ulul albab” (yang mempunyai hati/pengetahuan inti/substantif), “ulil abshar” (yang punya pengetahun), “Ulin Nuha” (yang mempunyai akal yang sehat) dan ahl al-dzikri” (yang selalu mengingat Allah).
Pewaris Para Nabi
Yang namanya Ulama itu adalah pewaris para Nabi sebagaimana hadits Rasulullah saw :
Diriwayatkan dari Abud-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وإن العلماء ورثة الأنبياء، وإن الأنبياء لم يورِّثوا دينارا ولا درهما، وإنما ورَّثوا العلم، فمن أخذه أخذ بحظ وافر.
“Sesungguhnya para ulama’ adalah pewaris para nabi. Dan para nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham. Akan tetapi, mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah mengambil bagian yang banyak.” HR.Abu Daud.
Tentu karena pewaris nabi, ulama berperan untuk berdakwah dan menterjemahkan serta menjabarkan ilmu-ilmu syar’i yang diperolah dari Al-Quran dan Sunnah Rasul.Yaitu ilmu aqidah Islam,syariat, akhlak dan lainnya. Bukan justru menjadi ‘rival’ atau pesaing Rasul. Kalau paham dan amaliyahnya menyelisihi Rasul itu bukan ulama pewaris para Nabi dan Rasul.
Artinya aktifitas dakwah seorang ulama, kiyai atau ustadz tidak berseberangan dengan isi kitab suci Al-Quran dan Sunnah Rasul.
Kalau berseberangan dengan nabi, tentu bukan ulama pewaris nabi tapi ulama sesat jalan.
Beberapa waktu ini, sebutan ulama kerap menghiasi pemberitaan di media; berjubah dan sorban dianggap ulama; follower banyak disebut ulama; sakti diangkat sebagai ulama, dapat melihat yang ghaib juga diklaim sebagai ulama. Padahal sangat jelas dalam hadits Nabi berbunyi para ulama adalah pewaris Nabi.
Di samping itu masih minimnya pengetahuan masyarakat terkait siapakah yang pantas disebut ulama serta bagaimana ciri-cirinya, sehingga mereka terjebak dengan kemasan dan viralitas tokoh belaka. Pertanyaannya, seperti apakah ciri khas ulama pewaris Nabi?
Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, Rasulullah saw bersabda :
من سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Siapapun yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan membukakan jalan untuknya pintu surga, dan para malaikat meletakkan sayapnya karena rida kepada para penuntut ilmu, dan para penduduk langit bumi, ikan lautan akan memintakan ampunan untuknya, dan sesungguhnya keunggulan ahli ilmu atas ahli ibadah itu laksana keunggulan indahnya malam bulan purnama atas seluruh bintang, dan sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi, sebab para Nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham. Mereka mewariskan ilmu. Siapa saja yang memungut ilmu itu, maka ia mendapatkan bagian yang sempurna.
Masya Allah begitu mulianya kedudukan orang yang menuntut ilmu, sampai malaikat meletakkan sayapnya karena ridha kepadanya. Apalagi guru atau ustadz yang mengajarnya, makhluk yang ada di langit dan bumi termasuk ikan yang ada dilautan istighfar untuk seorang Alim.
Setiap ilmu yang diajarkan kepada muridnya itu tercatat sebagai amal jariah, akan selalu mengalir pahalanya jika para murid dan santrinya beramal shalih hasil bimbingan ustadz tersebut. Bahkan sampai ustadznya sudah dialam barzah sekakipun.
Ulama adalah seorang yang takut atau bertakwa kepada Allah swt sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat Fathir ayat 28 :
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالأنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Apapun spesifikasi keahliannya, baik ulama ahli fiqih, ulama ahli hadits, ulama tasawuf dan yang cirikhas lainnya, sebagai ulama akan senantiasa bertakwa kepada Allah swt.yakni ‘imtitsalul awamir wajtunabu nawahihi’ -melaksanakan perintah Allah dan menjauhinya larangannya.
Jadi tidaklah benar klaim atau label yang diberikan kepada ulama spesifikasi ulama tasawuf itu lepas atau tidak terikat dengan syariat Islam, padahal ulama tasawuf maupun ulama ahli hadits atau ahli fiqih itu sama-sama ulama yang takut kepada Allah swt.
KH.Sirajuddin Abbas yang dinukil dalam buku ‘Kunci Memahami Ilmu Tasawuf’ karya Dr Mustafa Zahri hal.139, memberikan batasan-batasan tentang pengertian Tasawuf seperti dibawah ini :
1.Nabi dan Sahabat-sahabat beliau beramal dan berbudi pekerti sesuai dengan tasawuf dan bahkan amal dan akhlak orang-orang tasawuf bersumber kepada amal Nabi dan Sahabat-sahabat beliau.
2.Ajaran dalam tasawuf adalah ajaran-ajaran yang berdasarkan Al-Quran dan Hadits dan amal Sahabat-sahabat Nabi, tidak ada yang menyimpang dari itu.
Jadi jelaslah bahwa ulama itu ilmu dan dakwahnya tidak menyelisihi isi kandungan Al-Quran dan Hadits Rasul.
Tidak Ma’shum
Umat harus tahu bahwa yang namanya ulama, kiyai , ustadz itu manusia bukan Rasul dan bukan Nabi.Karenanya walau pewaris nabi itu hebat dan banyak jasanya mereka ‘tidak ma’shum’ tidak terjaga dari salah dan dosa.
Ulama, habaib, auliya menurut kalangan ulama tidaklah maksum. Dalam arti mungkin berbuat dosa. Abdul Halim bin Muhammad Al-Rumi dalam kitab Riyad Al-Sadat, hlm. 138, menyatakan:
والأنبياء معصومون ويعلمون أنهم أنبياء، ودلالة الكرامة على الولاية ليست قطعية، بل ظنية. وليس الأولياء معصومين، نعم قد يكون بعضهم محفوظا من جميع الذنوب صغيرها وكبيرها، وهذا نادر عزيز منهم، وأما الغالب فقد يقع منهم بعض الصغائر مع عدم الإصرار عليها
Artinya: Para Nabi itu ma’shum … sedangkan wali tidaklah ma’shum. Memang sebagian wali itu mahfudz (terpelihara) dari dosa kecil dan besar, tapi itu jarang sekali. Umumnya, sebagian wali itu melakukan sebagian dosa kecil namun tidak terus-menerus.
Jadi yang ma’shum itu Rasul dan Nabi. Sedangkan wali termasuk ulama itu tidak ma’shum tetmasuk para habaib,ustadz dan para kiyai juga demikian.
Oleh karena itu kita harus kritis terhadap para ulama dan para ustadz dan kiyai. Dalam arti, hormati ucapan-ucapan mereka yang baik, dan ingkari ucapan mereka yang buruk. Tidak boleh terlalu anti sehingga menutup manfaat dari kebenaran yang mereka ucapkan; tidak boleh terlalu mempercayai atau mengidolakan sehingga menutup kesalahan yang mereka lakukan.
Prinsip Taat Ulama
Wajib mentaati ulama ketika selaras dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Namun ketaatan pada ulama bukan berdiri sendiri, artinya jika tidak bersesuaian dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, maka wajib ditinggalkan.
Kita diperintahkan untuk mentaati ulama. Namun kalau ada perselisihan kembali pada Allah dan Rasul-Nya sebagaimana dalam ayat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’: 59)
Semoga kita dapat mengambil manfaat dari keberadaan ‘ulama waratsatul anbiya’. Aamiin.
Wallahu ‘alam.
Kuala Tungkal, 24 September 2025