Ratusan Warga Geruduk PN Kayuagung, Tuntut Kades Pematang Panggang Dibebaskan
Ogan Komering Ilir, RBO – Ratusan warga Desa Pematang Panggang, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Senin (8/9).
Mereka menuntut agar Kepala Desa Pematang Panggang, Ibrahim, dibebaskan dari jeratan hukum kasus dugaan ijazah palsu.
Aksi damai ini diikuti sekitar 600 orang dengan pengawalan ketat aparat TNI, Polri, dan Satpol PP.
Dalam orasinya, perwakilan warga, Bahroni, menyampaikan sembilan tuntutan, dengan poin utama agar Ibrahim dibebaskan dan tetap menjabat sebagai kepala desa.
Sebelumnya, dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ibrahim dengan hukuman 1 tahun 3 bulan penjara karena dinilai terbukti menggunakan ijazah palsu pada Pilkades tahun 2021. Warga menilai kades mereka hanyalah korban dan tidak bersalah.

Usai menyampaikan orasi, perwakilan massa diterima langsung oleh Ketua PN Kayuagung, Guntoro Eka Sekti.
Dalam pertemuan itu, ia menjelaskan bahwa tujuh dari sembilan tuntutan warga masuk ranah pengadilan dan bisa disampaikan di persidangan sebagai bahan pertimbangan majelis hakim.
“Terkait perkara ini, seluruh keberatan harus disampaikan di persidangan. Sidang berikutnya akan digelar Rabu (10/9/2025) dengan agenda pembelaan dari penasihat hukum terdakwa,” ujar Guntoro.
Ia menambahkan, dua tuntutan warga lain di luar ranah pengadilan, yakni permintaan agar Ibrahim tetap menjabat serta desakan menangkap pelaku mafia ijazah, merupakan kewenangan penyidik.
Guntoro juga mengimbau agar masyarakat mempercayakan sepenuhnya proses hukum kepada pengadilan.
“Tidak perlu membawa massa dalam jumlah besar, cukup perwakilan, karena persidangan terbuka untuk umum,” tegasnya.
Aksi massa di PN Kayuagung kali ini menambah catatan panjang kericuhan di lembaga peradilan tersebut. Pada tahun 2024 lalu, PN Kayuagung juga pernah digeruduk ratusan warga dalam kasus dugaan salah tangkap.
Bahkan kala itu, amarah massa memuncak hingga pengadilan dilempari BH dan celana dalam sebagai bentuk protes terhadap majelis hakim. (Nov)
