Pungli Jutaan Rupiah ‘Hantam’ Pemohon PTSL di Kota Bekasi

KOTA BEKASI, RBO – Tingginya angka kasus sengketa tanah dan sengketa lahan yang disebabkan belum dimilikinya sertifikat kepemilikan yang sah, membuat pemerintah harus turun tangan.

Melalui Instruksi Presiden (Inpres) No 2 Tahun 2018, Pemerintah akhirnya menluncurkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Selain Instruksi Presiden, program PTSL juga dituangkan dalam Peraturan Menteri No 12 tahun 2017 tentang PTSL. Program gratis ini telah berjalan sejak tahun 2018 dan direncanakan akan berlangsung hingga tahun 2025.

Selain lambatnya proses pembuatan sertifikat tanah yang selama ini dialami oleh masyarakat, turut menjadi alasan bagi pemerintah melalui kementerian ATR/BPN meluncurkan Program Prioritas Nasional berupa percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap tersebut.

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau PTSL adalah proses pendaftaran tanah pertama kali bagi semua objek pendaftaran tanah yang belum terdaftar dalam suatu wilayah desa/kelurahan atau yang serentak dengan itu.

Program ini seharusnya tanpa pungutan biaya alias gratis, bahkan pemerintah pusat dan petinggi penegak hukum di negeri ini sudah beberapa kali memberikan warning bagi pihak maupun oknum yang kedapatan masih melakukan pungutan biaya diluar yang telah ditentukan, namun program PTSL masih kerap dijadikan sebagai ajang Pungli dalam jumlah jor-joran.

Adanya pengumuman tentang program PTSL yang disampaikan pihak kelurahan dengan dibantu RT dan RW pada awal 2022 sempat membuat masyarakat Kelurahan Jatimurni, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi sumringah. Harapan untuk memperoleh sertifikat secara gratis atas lahan yang dimilikinya sejak lama, tidak lama lagi akan terwujud.

Sayangnya, keceriaan masyarakat berpenghasilan dibawah rata-rata ini tidak berlangsung lama. Penjelasan pihak RT tentang jumlah nominal dana yang harus dikeluarkan bagi peserta PTSL, sekaligus memupus harapan untuk dapat menikmati program gratis ini.

Bagaimana tidak, dari biaya yang seharusnya hanya Rp 150.000,00 per bidang, melonjak hingga Rp 1,5 juta belum termasuk biaya lainnya hingga bila dikalkusai mencapai Rp 1,8 juta per bidang.

“Selain itu, bagi yang tanahnya masih atas nama orang lain masih ada tambahan biaya lagi sebesar Rp 10.000 per meter,” papar sumber yang mengaku memiliki lahan 100 meter ini lirih.

Kendati biaya sebenarnya telah disampaikan, oknum RT yang telah dirasuki sifat rakus ini pun seakan tidak menggubrinya. Bagimana untuk dapat mengeruk keuntungan sebesar-besarnya melalui program ini, menjadi tujuan utama bagi segenap tim yang terlibat dalam pelaksanaan program ini.

Sumber pun menyampaikan moment kedatangan pihak RT bersama beberapa petugas BPN untuk menyerahkan formulir pendaftaran PTSL serta syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh sertifikat tanah.

“Saat itu juga disampaikan tentang biaya yang harus dibayar sebelum pengukuran dilaksanakan,” tambahnya.

Biaya dalam kategori pungli semakin menguat dirasakan tak kala sumber meminta kwitansi atas sejumlah uang yang disetorkan.

“Saat itu saya meminta kwitansi atas pembayaran yang saya lakukan, namun petugas tersebut tidak memberikannya. Dari situ saya sudah memiliki firasat bahwa biaya tersebut hanya akal-akalan mereka,” beber sumber.

Berbekal kecurigaan yang dirasakannya, sumber ini menanyakan langsung tentang biaya PTSL sebenarnya kepada petugas BPN yang melakukan pengukuran pada April lalu.

“Waktu itu saya menanyakan apakah benar biaya PTSL itu hingga mencapai Rp 1,8 juta seperti yang saya alami ?, namun petugas tersebut menjawab bahwa itu merupakan kewenangan panitia yang terdiri dari unsur kelurahan, RW dan RT. Dirinya (BPN) katanya hanya memiliki tugas seputar pengukuran tanah saja,” imbuhnya.

Dari kejadian ini jelas tergambar bahwa praktek pungli yang dialami pemohon PTSL tidak hanya melibatkan panitia yang berada di tingkat kelurahan maupun desa. Namun oknum BPN yang terjun langsung pada program PTSL tidak jarang jadi bagian dari sindikat pungli hingga membuat masyarakat semakin mengelus dada.

Kejadian diatas seharusnya menjadi catatan bagi pemerintah, khususnya Kementerian ATR/BPN untuk segera melakukan pembenahan serta memberikan sanksi tegas kepada aparat yang telah mencederai program mulia ini.

Seharusnya petugas pengukuran dari BPN yang mendengar adanya biaya diluar kewajaran dapat melakukan teguran kepada pelaku atau melaporkan hal tersebut kepada atasannya langsung.

“Bukan malah ikut membodohi masyarakat dengan menutup-nutupi biaya sebenarnya,” tandas Ketua Umum Perkumpulan Radar Pembangunan Indonesia (RPI), Abd. Hasyim di Jakarta Timur baru-baru ini.

Dirinya menyampaikan bahwa pada tahun 2022 Kantor Pertanahan Kota Bekasi menargetkan 17.000 bidang masuk program PTSL pada 2022. Bidang ini terdiri dari 8.000 Peta Bidang Tanah (PBT) dan 9.000 Sertifikat Hak Tanggungan (SHT) yang tersebar di tiga kelurahan di Kecamatan Pondok Melati, yakni Kelurahan Jatirahayu, Jatimurni, dan Jatiwarna. “Kelurahan Jatimurni sendiri memiliki quota sertifikasi sebanyak 4.200 bidang,” rinci Hasyim.

Praktek pungli pada program PTSL yang terjadi di Kelurahan Jatimurni sepertinya bukan cerita baru bagi masyarakat sekitar. Hal ini pun sudah menyebar ke segala penjuru kelurahan hingga tidak sulit bagi wartawan untuk melakukan penghimpunan informasi.

Besaran pungutan yang dibebankan kepada setiap pemohon pun bervariasi. Semakin rendah pemahaman masyarakat tentang PTSL, maka semakin tinggi biaya yang harus ditanggung.

Pungli PTSL di Kelurahan Jatimurni juga menyeruak dari pengakuan pemohon yang mengaku memiliki lahan 200 meter persegi. Untuk memiliki sertifikat lahan miliknya melalui program PTSL, dirinya mengaku harus merogoh kocek hingga mencapai Rp 2,2 juta. Angka yang membuat dadanya jadi sesak.

Biaya yang sarat dengan tipu-tipu ini juga dapat dirasakan dikala petugas urung melakukan penagihan terhadap biaya tambahan sebesar Rp 10.000 per meter sebagaimana disampikan sebelumnya.

Dijelaskan, sebelum hari raya Lebaran, praktek pungli yang terjadi pada program PTSL di Kelurahan Jatimurni mendapat sorotan melalui pemberitaan media massa.

Sejak beredarnya artikel berita tersebut, pihak RT, RW, dan kelurahan tidak lagi menggasak pemohon untuk membayar biaya 10.000 per meter terhadap warga yang status lahannya masih menggunakan nama orang lain.

“Jadi saya hanya diwajibkan untuk membayar yang Rp 2,2 juta saja walapun tanah saya masih atas nama orang lain,” ujarnya.

Melihat tingginya besaran pungli pada program PTSL di Kelurahan Jatimurni, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, Ketua Umum Perkumpulan RPI, Abd. Hasyim mendesak agar Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto yang baru dilantik Rabu (15/6/2022) lalu segera turun tangan dan memberikan sanksi tegas kepada anak buahnya yang terlibat praktek Pungli pada program PTSL.

“Kuat dugaan adanya keterlibatan oknum BPN pada praktek pungli yang terjadi di Kelurahan Jatimurni, ini tidak boleh dibiarkan,” pungkas Hasyim.

Sudah jelas adanya pengakuan warga tentang besaran biaya yang dipungut oleh panitia di kelurahan kepada petugas pengukuran dari BPN, tapi malah dibiarkan, berarti oknum petugas (BPN) tersebut patut diduga merupakan bagian dari “mata rantai” pungli yang terjadi, makanya harus diberi sanksi tegas,” tandasnya. (tim red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *