Program PTSL di Desa Salajangki Terindikasi Pungli, Diduga kerjasama dengan Oknum BPN

Gowa, RBO – Pendaftaran Tanah sistematis lengkap (PTSL) salah satu program Kementrian ATR/BPN yang bisa mempermudah masyarakat dalam mendaftarkan tanahnya yang belum bersertifikat.

Program ini serentak dilaksanakan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan hak atas suatu tanah milik masyarakat.

Peraturan Bupati (Perbub) Gowa nomor 09 tahun 2018 Tentang PTSL sebagai pedoman pelaksanaan di tingkat desa atau kelurahan.

Disebutkan dengan jelas penetapan biaya di Pasal 4 ayat (1) Besaran biaya yang diperlukan untuk persiapan PTSL ditetapkan Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Adapun jenis kegiataan di pasal 5 yang biaya meliputi ;
a. biaya pengadaan dan penggandaan Dokumen pendukung.
b. biaya materai sesuai kebutuhan
c. biaya pembuatan, pengangkutan dan pemasangan Patok.
d. biaya operasional, akomodasi, transportasi petugas Kelurahan/Desa.

Namun kenyataannya Perbub itu tidak berlaku bagi warga Dusun Salajangki Desa Salajangki kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan.

Hal itu akibat gegara ulah nakal oknum kepala Dusunnya sendiri yang diduga kerjasama dengan Oknum Pegawai Badan Pertanahan (BPN) Gowa.

Seperti dialami warga dusun Salajangki salah satunya adalah seorang warga miskin yang terdaftar sebagai penerima PKH diketahui bernama S Dg Memang.

Dalam penuturannya bahwa dirinya terpaksa dan harus membayar uang sebesar Rp 500.000,00 ( Lima Ratus Ribu Rupiah ) ke kepala Dusun (Abdul Haris Dg Sarring) untuk mendapatkan satu
buah sertifikat walaupun dengan cara meminjam.

“Awalnya (pengumpulan berkas) bayar dulu Rp 250 ribu, pergi tanda tangan bayar lagi Rp 50 ribu, sertifikat selesai bayar lagi Rp 200ribu. Jadi semua Rp 500ribu di bayar sama Kepala Dusun Dg Sarring,” ucapnya dengan polos menceritakan.

“Bukan cuma saya yang lain juga begitu (sambil menyebut beberapa nama), uang ku pinjam ji lagi itu,” ucapnya lagi dengan nada lirih menyampaikan dalam bahasa Makassar sambil menunjuk orang yang memberinya pinjaman.

“Kalau tidak tambah sertifikat di tahan,_ ujar warga lain yang minta namanya tidak di tulis.

Terpisah Kepala Dusun Salajangki Abdul Haris Dg Sarrang dikonfirmasi wartawan media ini terkait pembayaran warga sebesar Rp 500.000 yang tidak sesuai Perbub (Rp 250.000,00) beralasan bahwa uang itu adalah janji dari warganya sendiri akan memberikan setelah selesai diuruskan sertifikat.

“Itu Hariani dia yang kasi, dia yang telepon kapan jadi sertifikat Pak dusun,” ucapnya menyampaikan menyebutkan salah satu nama warganya, Kamis (16/05/2024).

Lanjut di jelaskannya lagi bahwa tidak mungkin dirinya berinisiatif mengambil uang lebih dari aturan Perbub kalau bukan permintaan dari bawah (Oknum BPN).

Menurutnya kenapa cuma dirinya yang dibuli (dirinya di beritakan di salah satu media Online https://refortaseindonesianews.com ) sementara di desanya ada enam dusun, serta di dikeluhkannya selama bekerja bersama petugas BPN dalam proses PTSL juga tidak ada insentif .

“Itu juga begini pak, tidak mungkin kita minta uang (lebih dari ketentuan perbub) dari warga kalau tidak ada yang minta uang dari bawah (Oknum BPN), masih ada chatnya itu saya simpan,”
jelasnya lagi menyampaikan.

Terpisah Sekretaris Desa Abdul Kadir Sholthan saat di konfirmasi melalui media telepon Via WhatsApp menyampaikan sejauh ini dirinya tidak mengetahui kalau ada pungutan lebih dari aturan, karena itu sudah ada aturan dan telah disosialisasikan.

“Waktu itu sudah disosialisasikan Kajari, Polres, bersama Kepala BPN di aula kantor desa Salajangki, agar berjalan sesuai Perbub dan itu pedoman kita aparat,” ucapnya menyampaikan.

Dengan kesan tegas dikatakannya lagi kalau ada kepala dusun yang berani kerja tidak sesuai aturan itu kembali tanggung jawabnya secara pribadi.

“Kami tak pernah suruh, kalau mereka berbuat ya itu tanggung jawabnya,” ucap sekdes lagi dari balik telepon.

Sangat disayangkan pedoman sosialisasi Kajari, Polres BPN dengan Perbub itu hanya sebuah nama, dimana program sertifikat PTSL tahun 2023 masih banyak pemohon yang belum mendapatkan sertifikat khususnya Kecamatan Bontonompo Selatan, ironisnya ada beberapa warga yang sudah selesai sertifikatnya namun salah objek. (Faisal Muang, Syarif kr Sitaba)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *