Polda Riau Tangkap Tokoh Adat Muncak Rantau yang Perjualbelikan Lahan di TNTN
Pekanbaru, RBO – Kepolisian Daerah Riau kembali menunjukkan komitmen tegasnya dalam menindak kejahatan lingkungan dengan menangkap seorang tokoh adat yang terlibat dalam praktik jual beli lahan ilegal di dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan.
Penangkapan ini merupakan hasil kerja keras Satuan Tugas Penanggulangan Perambahan Hutan (PPH) Polda Riau di bawah komando Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus), sekaligus menjadi bukti nyata implementasi konsep Green Policing Polda Riau.
Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi siapa pun yang menjadikan kawasan konservasi sebagai objek komersialisasi pribadi, sekalipun dengan dalih adat.
“TNTN adalah warisan ekologis untuk generasi mendatang yang wajib kita jaga,” ujar Irjen Herry, Senin (23/6/2025).
Irjen Herry menjelaskan bahwa Polda Riau tidak anti terhadap eksistensi hak ulayat dan struktur adat di Riau. Namun, negara harus hadir ketika klaim adat disalahgunakan untuk merusak ekosistem yang dilindungi undang-undang.
“Ini bagian dari tanggung jawab moral dan konstitusional kami. Green Policing bukan sekadar penindakan, tapi juga membangun kesadaran hukum dan ekologis di tengah masyarakat,” tegasnya.
Langkah ini, imbuh Herry Heryawan, merupakan peringatan keras bagi siapa pun yang mencoba menyalahgunakan status adat, memperjualbelikan kawasan konservasi, atau membiarkan praktik-praktik perambahan terjadi secara sistematis.
“Negara tidak akan kalah oleh manipulasi. Hutan tak berpengacara, hukum yang menjadi pembelanya,” pungkasnya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro mengungkapkan bahwa tersangka adalah Jasman (54), seorang tokoh adat yang menjabat sebagai Batin Muncak Rantau di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan.
Jasman diduga mengklaim lahan seluas sekitar 113.000 hektare di dalam kawasan TNTN sebagai hak ulayatnya, dan kemudian menerbitkan surat hibah atas lahan tersebut kepada pihak lain.
Kasus ini terungkap berawal dari penyelidikan aktivitas perambahan hutan yang kemudian dialihfungsikan menjadi kebun kelapa sawit ilegal.
“Kami menemukan lahan sawit ilegal yang dijaga oleh pekerja. Berdasarkan pemeriksaan, diketahui lahan tersebut milik Dedi Yanto, yang sudah kami tangkap lebih dulu. Ia mendapatkan dua surat hibah lahan seluas 20 hektare dari Jasman, masing-masing dibeli seharga Rp5 juta,” jelas Kombes Ade.
Dalam proses penyidikan, penyidik berhasil menyita sejumlah barang bukti, antara lain salinan peta hak ulayat, surat-surat hibah, cap stempel adat, dan struktur adat yang digunakan tersangka untuk meyakinkan pembeli.
Tersangka Jasman dijerat dengan Pasal 40B ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Pasal 55 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
“Kami masih menelusuri apakah surat hibah serupa sudah beredar lebih luas. Kami juga akan mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain yang telah membeli atau menguasai lahan hasil hibah dari tersangka,” tutup Kombes Ade Kuncoro. (Sur)