Mencuat!! Dugaan Kegiatan Fiktif Terkait Dana Desa Sukanagara Kecamatan Soreang
BANDUNG, RBO – Dugaan adanya kegiatan fiktif yang didanai dari Dana Desa tahun 2023 di Desa Sukanagara, Kecamatan Soreang, mulai mencuat.
Kegiatan tersebut berkaitan dengan pembiayaan iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi 100 orang masyarakat rentan, yang disebut telah dibiayai selama enam bulan melalui Dana Desa. Namun, transparansi mengenai daftar penerima manfaat masih menjadi tanda tanya besar.
Ketika pihak media Reformasi Bangsa mencoba meminta klarifikasi mengenai daftar penerima manfaat BPJS Ketenagakerjaan tersebut, Kepala Desa Sukanagara enggan memberikan informasi tanpa alasan yang jelas.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Desa Sukanagara yang menjelaskan bahwa “Pak Kades tidak mengizinkan” untuk memberikan informasi lebih lanjut mengenai program tersebut.
“Ya, kami tidak bisa memberikan daftar penerima manfaat BPJS Ketenagakerjaan karena pak kades tidak memberikan izin,” ujar Sekdes saat ditemui beberapa waktu lalu di kantor Desa Sukanagara.
Penolakan Kepala Desa untuk memberikan informasi ini menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat dan media.
Banyak yang mempertanyakan, apakah program tersebut benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan, atau ada penyimpangan dalam penggunaan Dana Desa.
Dalam konteks pengelolaan Dana Desa, transparansi merupakan salah satu prinsip dasar yang harus dijalankan oleh setiap kepala desa guna mencegah terjadinya penyelewengan.
Menurut regulasi, masyarakat berhak mengetahui bagaimana dana publik, termasuk Dana Desa, digunakan.
Kegiatan fiktif atau tidak sesuai peruntukannya akan merugikan masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat dari program tersebut, termasuk dalam hal jaminan ketenagakerjaan untuk masyarakat rentan.
Program BPJS Ketenagakerjaan bagi masyarakat rentan di pedesaan merupakan salah satu upaya untuk memberikan perlindungan sosial bagi mereka yang berisiko mengalami kesulitan ekonomi.
Dana Desa, yang merupakan instrumen penting dalam pembangunan desa, diharapkan digunakan secara efektif untuk program-program yang mendukung kesejahteraan masyarakat, termasuk pembayaran iuran BPJS.
Namun, ketiadaan transparansi dalam hal ini menimbulkan spekulasi bahwa dana tersebut mungkin tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Apalagi, fakta bahwa Kepala Desa menolak untuk memberikan informasi kepada media tanpa alasan yang jelas semakin memperkuat dugaan adanya kegiatan fiktif atau penyalahgunaan anggaran.
Kasus ini telah menarik perhatian publik, dan beberapa pihak mulai mendesak agar dilakukan audit terhadap penggunaan Dana Desa di Desa Sukanagara, terutama terkait pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan yang diduga fiktif.
Masyarakat berhak mengetahui siapa saja penerima manfaat program ini dan memastikan bahwa anggaran negara benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Pihak berwenang diharapkan segera mengambil langkah untuk menyelidiki dugaan ini agar kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa tidak semakin menurun.
Transparansi dan akuntabilitas adalah dua pilar penting dalam pengelolaan Dana Desa, dan setiap indikasi penyimpangan harus segera diusut tuntas.
Dugaan kegiatan fiktif dalam penggunaan Dana Desa di Desa Sukanagara menjadi peringatan serius bagi pemerintah desa untuk lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola dana publik.
Masyarakat dan media berhak mendapatkan informasi yang jelas dan akurat mengenai program-program yang dibiayai oleh Dana Desa, demi mencegah potensi penyimpangan dan memastikan manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat yang berhak. (Herman)