Kasus Korupsi Dana Desa Lirik: Proyek Fiktif hingga Gaji Fiktif Terungkap
PALEMBANG, RBO — Skandal korupsi dana desa di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Selasa (16/9/2025).
Sidang yang dipimpin majelis hakim Masriati dengan agenda pemeriksaan saksi mengungkap tabir kerugian negara senilai lebih dari Rp1,1 miliar yang menjerat mantan Kepala Desa (Kades) Lirik, Samsul bin Simin.
Lima saksi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari OKI. Keterangan mereka membuka modus korupsi yang terstruktur dan berani.
Kaur Keuangan “Makan Gaji Buta”
Saksi pertama, Andal, yang tercatat sebagai Kaur Keuangan Desa Lirik, membuat pengakuan mengejutkan.
Ia mengaku tidak pernah mengetahui SK pengangkatannya, tidak pernah bekerja sebagai perangkat desa, dan hanya dimintai fotokopi KTP hingga KTP asli oleh Kades Samsul untuk pencairan dana desa.
Meski tidak pernah bekerja, Andal tetap menerima gaji sejak 2017 hingga 2022. Gaji yang awalnya Rp750 ribu per bulan dan dicairkan tiap tiga bulan, bahkan naik menjadi Rp2,2 juta pada pertengahan 2020.
Majelis hakim langsung menegur keras. “Saksi tidak pernah bekerja sebagai Kaur Keuangan, tapi menerima gaji dalam waktu lama. Anda bisa ditetapkan sebagai tersangka karena turut menikmati uang negara. Anda memakan gaji buta,” tegas hakim. Andal pun menyatakan bersedia mengembalikan gaji yang ia terima.
Proyek Fiktif Ratusan Juta
Saksi kedua, Sarnubi, Kasi Pemerintahan sekaligus anggota tim verifikasi, mengungkap adanya proyek fiktif. Saat melakukan pengecekan lapangan tahun 2021, timnya tidak menemukan realisasi fisik proyek yang diajukan.
Sarnubi menyebut proyek “dudukan tedmon” senilai Rp211 juta tidak pernah ada wujudnya. Begitu pula pembangunan empat unit jamban (WC) yang diklaim kades berada di belakang SD, ternyata milik sekolah itu sendiri dan bukan hasil pembangunan dana desa.
Dalam dakwaan JPU, terdakwa Samsul diduga merugikan negara Rp1,1 miliar lebih. Dana desa bahkan digunakan untuk biaya sekolah hingga biaya pernikahan anaknya.
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
(Nov)