Dana BLT Di Desa Tegalwaru Diduga jadi ‘Bancakan’

PURWAKARTA,  RB.Online – Setelah dugaan penyaluran beras yang bersumber dari zakat fitrah, baru-baru ini dugaan patgulipat pada penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari Dana Desa (DD), sepertinya harus memperpanjang catatan hitam kepemimpinan Kepala Desa Tegalwaru, Suhim Setiawan.

Bagaimana tidak, bantuan yang seharusnya diperuntukkan terhadap masyarakat miskin atau ekonomi kurang mampu, justru diduga telah jadi bancakan beberapa oknum perangkat Desa Tegalwaru.

Seakan tidak kuat menanggung kesewenangan pemotongan dan tata cara penyaluran BLT-DD, beberapa warga Desa Tegalwaru harus teriak sembari “mengelus dada” saat menerima BLT-DD yang disalurkan pada 10 Juni 2021.

Dana BLT yang seharusnya Rp 300.000,00 untuk setiap KPM, namun menurut pengakuan beberapa KPM, hanya disalurkan sebesar Rp 100.000,00 untuk setiap KPM.

“Itu juga kami harus membubuhkan tandatangan pada kertas yang telah dipersiapkan dan harus mendukung salah satu calon pada pemilihan Kades yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat,” jelas salah seorang KPM.

Ditengah pandemi Covid-19 yang berkepanjangan, seharusnya dana BLT merupakan salah satu harapan bagi masyarakat untuk bisa bertahan hidup, minimal membantu ekonomi keluarga mereka.

Namun tidak demikian dengan 66 KPM yang sebelumnya telah terdata sebagai penerima BLT Dana Desa di Desa Tegalwaru. Mereka harus rela menerima dana BLT hanya sebesar Rp 100.000,00 dari besaran yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat.

Di Desa Tegalwaru, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta, kebijakan kepala desa seakan merupakan kebijakan yang paling dominan dalam menentukan besaran dana BLT, melebihi kebijakan pemerintah pusat yang telah menetapkan Rp 300.000,00 untuk setiap KPM.

Bahkan Camat Tegalwaru, Beny Primiadi, SKM saat dimintai tanggapannya mengenai besaran BLT yang diterima oleh masing-masing KPM, mengaku tidak percaya bila besaran BLT yang diterima oleh warga penerima hanya Rp 100.000,00/KPM.

Melalui aplikasi  Whatshapp miliknya, camat merasa tidak yakin bila penyaluran dana BLT Dana Desa di Desa Tegalwaru dilakukan tanpa melalui mekanisme yang berlaku.

“Kalau mengenai penyaluran Dana Desa, ga mungkin tidak diterapkan, itu semua ada yang mantau, termasuk Pendamping Desa (PD) dan kecamatan. Ya kalau BLT tidak sampai kepada penerima, itu saya rasa tidak mungkin, karena wajib didampingi sama PD dan Babinkamtibmas,” jelas Beny via WhatsApp

Beny Primiadi menjelaskan, dalam mengakomodir setiap pengaduan dari masyarakat dilakukan dengan berimbang, diawali dengan klarifikasi dan pengecekan.

Hal tersebut mengingat fungsi kecamatan buat desa tidak jauh berbeda dengan Inspektorat dalam pengawasan segala kegiatan desa. “Kalau ada yang salah dan melenceng dari aturan, ya harus ditegur agar diperbaiki,” sambungnya sembari menyarankan untuk menemui Azis, Selasa (06/07) kemarin.

Setali dua uang dengan camat Tegalwaru, Azis pun setengah tidak percaya tentang penyaluran dana BLT yang dilaksanakan di Desa Tegalwaru. “Kalau tidak diterapkan, warga kan bisa demo. Kami juga kan ikut melakukan pengawasan terhadap jalannya program tersebut,” tutur Azis.

Sedangkan terkait adanya pembagian beras yang bersumber dari zakat fitrah dan uang Rp 50.000 oleh Bendahara Desa, Rani, menurut Azis adalah merupakan hal yang biasa. “Itu juga sudah saya tegur agar tidak ada lagi kegiatan seperti itu,” dalih Azis.

Sama halnya dengan Plt Kepala Desa Tegalwaru, Cecep Muhrodin mengaku telah melakukan pengelolaan Dana Desa sesuai Juklak dan Juknis yang berlaku sesuai dengan pagu kebutuhan dana yang ada.

Sedangkan terkait penyaluran BLT Dana Desa Tahap III, dalam penjelasan Cecep adalah merupakan tanggungjawab Kepala Desa, Suhim Setiawan. “Saya kan hanya sebagai Sekdes saja pada saat itu,” pungkasnya.

Dalam menanggapi sengkarut penyaluran BLT Dana Desa di Desa Tegalwaru, Ketua Umum Perkumpulan Radar Pembangunan Indonesia, Abd. Hasyim turut menyesalkan rendahnya respon dan pengawasan dari pihak kecamatan.

Menurutnya, dengan adanya sengkarut penyaluran bantuan di desa binaannya, seharusnya pihak kecamatan peka dalam menanggapi setiap informasi yang masuk.

“Dari awal kan sudah beredar informasi tentang adanya dugaan penyaluran beras yang bersumber dari zakat fitrah dan uang Rp 50.000,00, ditambah dengan dana BLT yang hanya Rp 100.000,00 untuk setiap KPM, bagaimana hasil pengecekan pihak kecamatan terhadap informasi tersebut ?,” cecar Hasyim.

Lelaki plontos ini menegaskan, dalam menanggapi setiap dugaan penyelewengan, khususnya yang berkaitan dengan dana bantuan untuk masyarakat kurang mampu, pihak pemerintah tidak menunggu adanya gejolak sebagai bentuk pemberontakan dari warga.

“Camat itu harus membentuk tim guna melakukan pengecekan dan penyelidikan, kalau ditemukan adanya penyimpangan dalam penyaluran bantuan dana maupun dalam bentuk apapun, harus disampaikan kepada Inspektorat untuk ditindaklanjuti, jadi bukan hanya sekedar tanggapan “tidak mungkin dan tidak percaya”, kalau betul bagaimana,” bebernya mengakhiri. (Luk)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *