SOREANG, RB.Online – Berbagai bantuan dari pemerintah pasca Pandemi COVID-19 hingga saat ini belum dapat membantu masyarakat, khususnya keluarga miskin secara maksimal.
Kendati pemerintah pusat telah menggelontorkan anggaran negara mencapai triliunan rupiah untuk berbagai program bantuan, namun kerakusan para tikus-tikus rakyat, membuat rakyat kecil hanya mampu mengurut dada ditengah asa mereka.
Baru-baru ini, penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Desa Citereup, Kecamatan Dayeuhkolot juga tengah mendapat sorotan tajam dari kalangan masyarakat.
Adanya indikasi keterlibatan oknum perangkat desa pada penyaluran bantuan pangan tersebut, disebut-sebut mempengaruhi harga bahan pangan yang disediakan oleh pemilik e-waroeng.
Melambungnya harga sembako tersebut, disebutkan oleh sumber, disebabkan pemilik e-waroeng dalam memperoleh seluruh barang tersebut harus melalui oknum perangkat Desa Citereup.
“Ya, untuk mendapatkan sembako kebutuhan Kelompok Penerima Manfaat (KPM) BPNT, e-waroeng harus melalui oknum perangkat desa yang menjabat sebagai Kepala Urusan Kesra, tidak boleh langsung dari supplier,” ungkap sumber.
Menurut sumber yang meminta agar identitasnya tidak diungkap tersebut menegaskan, adanya peranan oknum perangkat Desa Citereup dalam penyediaan kebutuhan BPNT, otomatis akan lebih menguntungkan oknum Kesra ketimbang KPM.
“Dengan melambungnya harga kebutuhan pokok yang tersedia pada e-waroeng, jelas akan mempengaruhi volume barang yang diterima oleh masing-masing KPM, seharusnya rakyat kecil itu dibantu, bukan malah dibodohi,” pungkasnya geram.
Dari informasi yang berhasil dihimpun RB.Online di lapangan, pada penyaluran BPNT di Desa Citereup harga bahan pokok untuk program tersebut melambung tinggi.
Harga Beras pada e-waroeng mencapai 11.800/Kg sementara harga normal hanya Rp 10.000/Kg, harga apel biasanya paling mahal Rp 15.000 untuk 3 buah, namun agen e-waroeng menetapkan harga apel mencapai Rp 21.000 untuk 3 buah.
Sementara itu, harga daging ayam di warung tradisional 1/2 kg hanya Rp 15 ribu, namun pihak _e-waroeng_ menetapkan harga daging aya Rp 16.500 untuk kurang dari 0,5 kg. Khusus untuk jenis telur ayam, bila warung tradisional hanya menetapkan harga Rp 23.000/kg isi 16 butir, pihak _e-waroeng_ mematok harga Rp 12.000 untuk 6 butir telur dengan ukuran kecil.
Demikian halnya dengan harga ikan laut jenis mata goyang yang harus dibeli oleh masing-masing KPM dengan harga Rp 32.500.
“Seluruh KPM bagai ditodong, “dipaksa” untuk membeli barang yang tidak begitu dibutuhkan, penyaluran BPNT di Desa Citereup sudah dalam bentuk paket yang jenisnya telah ditentukan oleh pihak Agen e-waroeng dan oknum perangkat Kesra tingkat desa, KPM tidak berdaya untuk memilih jenis barang yang dibutuhkan,” bebernya.
Saat RB.Online mencoba mendatangi Agen e-waroeng dengan Nomor Agen BNI: 069876789, Neneng Komariah yang disebut-sebut sebagai pemilik usaha tersebut tidak mampu menjelaskan sistem pembelanjaan seluruh kebutuhan yang dipasarkannya.
Ironisnya, Neneng menyarankan RB.Online untuk menghubungi Nana Rohana, yang sekaligus merangkap sebagai Kepala Urusan Kesra Desa Citereup.
“Silakan menanyakan langsung kepada ketua, kan pak Nana sebagai ketua, saya hanya pemilik tempat/warung saja, saya mah gimana pak Nana saja,” ujar Neneng.
Setiap penyaluran BPNT di Desa Citereup, diketahui bahwa Neneng Komariah terbilang hanya sebagai penonton terhadap aktifitas Kaur Kesra dan Puskesos dalam melakukan pembelanjaan ke supplier PT. SDS, penggesekan KKS hingga penyerahan paket sembako kepada masing-masing KPM.
Sayang seribu kali sayang, saat hendak dimintai klarifikasinya, Kaur Kesra Desa Citereup, Nana Rohana justru mengarahkan RB.Online untuk menghubungi Supplier PT. SDS yang bernama Kris Wandiar.
“Untuk urusan wartawan dan LSM langsung aja kordinasi sama pak Kris Wandiar, pemilik PT SDS seperti yang sudah disampaikan kepada kami. Kalau ada wartawan dan LSM suruh telepon saya aja langsung,” ujar Nana menirukan omongan Kris.
Keangkuhan pun menyeruak dari penjelasan pihak Supplier saat hendak dikonfirmasi. Seakan ogah bisnisnya disoroti, Kris yang disebut-sebut sebagai pemilik PT. SDS menolak untuk ditemui.
“Jikalau ada permasalahan terkait penyaluran BPNT, baiknya bersurat saja ke perusahan kami, nanti kami balas suratnya,” tangkisnya saat dihubungi via handphonenya sembari tidak menyebut dimana alamat perusahaan dimaksud. (H.Wijaya)