Jakarta, RBO – Kualitas pelayanan anggota Polri disinyalir semakin lama semakin buruk. Hal ini antara lain terlihat dari cara mereka merespon permintaan berkomunikasi dari masyarakat.
Sebahagian besar dari para polisi (diperkirakan lebih setengah dari keseluruhan jumlah anggota Polri) enggan menerima telepon dari warga.
Bahkan sangat banyak diantara mereka yang justru memboikot atau memblokir nomor kontak dari masyarakat yang notabene adalah pihak yang memberi dia gaji untuk beli handphone yang dimilikinya itu.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, kepada jaringan media se-nusantara menanggapi banyaknya oknum anggota Polri yang tidak merespon selayaknya ketika nomor-nomor kontak mereka dihubungi warga.
“Khususnya para wartawan, banyak sekali laporan yang masuk dari mereka mengeluhkan pelayanan anggota Polri yang buruk saat mau dikonfirmasi dan meminta informasi tentang sebuah masalah atau kasus,” jelas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini, Sabtu, 26 Agustus 2023.
Wilson Lalengke kemudian melanjutkan bahwa kejadian seperti ini juga sering dialami oleh dirinya.
“Saya juga sering diabaikan ketika menghubungi anggota Polri, hampir merata di semua level, dari kalangan jenderal hingga yang pangkat balak-balak, bharada dan bharatu,” ujarnya.
Yang lebih parah itu, adalah petugas yang ditempatkan di unit reskrim dan resnarkoba. Mereka paling arogan. Mereka merasa menjadi pemegang kewenangan dan kekuasaan hukum, sesuka hati mereka saja, mau merespon telepon dari masyarakat atau mengabaikan,” tambahnya dengan nada menyesalkan tingkah laku aparat yang dianggapnya tidak tahu diri tersebut.
Seperti yang dialaminya hari ini, ungkap Wilson Lalengke, ada anggota polisi di Polres Dumai yang dinilainya tidak professional dan tidak mampu melayani rakyat dengan sepantasnya.
Seorang oknum polisi berpangkat Inspektur Dua bernama Muaz Primadyantara yang bertugas di Satuan Reskrim tidak merespon atau mengangkat telepon yang dilakukan wartawan senior ini ke nomor kontaknya.
“Aneh juga para polisi itu, mereka selalu mancantumkan nomor kontaknya di surat panggilan kepada masyarakat, namun saat dihubungi ke nomor yang disebutkan di surat panggilan, eh… malah dicueki. Itu namanya aparat kurang ajar. Jangan cantumkan nomor kontak apapun jika memang tidak siap menerima telepon atau kiriman pesan dari warga,” tegas Wilson Lalengke.
Pada mulanya, sambung dia, dirinya menghubungi nomor kontak oknum Muaz Primadyantara ini melalui pesan WhatsApp. Bersamaan dengan itu, dia meneruskan surat panggilan dari Polres Dumai terhadap salah seorang wartawan di Dumai yang dituduh melakukan pemerasan.
Wilson Lalengke kemudian memperkenalkan dirinya sebagai Ketua Umum PPWI dan menyampaikan informasi terkait kasus tersebut sesuai laporan yang diterimanya.
“Saya sempat komunikasi via pesan tertulis WatsApp terkait pemanggilan salah satu wartawan di Dumai yang dituduh memeras. Saya tanyakan siapa memeras siapa, dia tidak jawab,” ungkap Wilson.
Di dalam surat panggilan tidak dijelaskan terkait yang ditanyakan ini. Wilson kemudian menambahkan bahwa tuduhan pemerasan itu sebenarnya terkait pemberitaan yang oleh oknum kejaksaan hendak menyuap wartawan, tapi ditolak.
“Kejaksaan Negeri Dumai diduga kuat menggelapkan barang sitaan berupa kapal yang nilanya lebih dari 2 miliar, dilaporkan telah ditenggelamkan, padahal barangnya masih ada alias diamankan,” terang Wilson Lalengke.
Oknum Ipda Muaz Primadyantara hanya merespon agar wartawannya kooperatif, memenuhi panggilan. Dengan arogannya si oknum polisi itu mengatakan ‘hormati proses hukum’.
Hal ini memicu rasa penasaran bagi tokoh pers nasional Wilson Lalengke. Selama ini, polisi selalu menggunakan diksi hormati proses hukum, tapi di sisi lain polisi seenaknya membuat rekayasa kasus, sehingga orang yang menghormati proses hukum justru terjerat hukum akibat kelicikan para oknum di unit reskrim dan resnarkoba di berbagai kantor polisi di negeri ini.
“Saya mau konfirmasi ke dia via telepon (suara) langsung, apakah si wartawan sudah dipanggil berkali-kali dan tidak menghormati hukum sehingga muncul kalimat itu?,” kata Wilson.
Yang kedua, dia mau tanyakan juga apakah kasus pemanggilan ini ada kaitannya dengan jebakan batmen mereka terhadap wartawan yang dipanggil tersebut beberapa hari lalu tapi gagal total?
“Selanjutnya saya mau tanyakan juga siapa memeras siapa alias siapa yang diperas oleh wartawan Dumai itu?” tutur trainer jurnalistik yang sudah melatih ribuan anggota Polri, TNI, dosen, guru, mahasiswa, buruh, ormas, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan masyarakat umum ini,” bebernya.
Mengapa harus telepon, apakah tidak cukup via pesan WhatsApp? Menurut Wilson Lalengke, komunikasi via telepon menghasilkan jawaban yang murni dan lebih jujur karena responnya spontan.
Menurut Wilson, Kalau ditanyakan via pesan WA, ada kesempatan untuk merekayasa jawaban. Kalau via telepon, kita bisa tahu jika lawan bicara kita itu berbohong, jawabannya pasti berbelit-belit dan terkesan dibuat-buat, tidak sesuai fakta.
“Makanya saya langsung telepon dia, bahkan sempat menulis pesan agar telepon saya diangkat. Tiga kali saya telepon, tapi dia abaikan. Inilah sifat buruk oknum polisi di Dumai itu,” sesal mantan guru yang turut menjadi pendiri SMAN Plus Provinsi Riau dan pemilik SMK Swasta Kansai Pekanbaru ini.
Oleh karena itu, lulusan Sarjana Pendidikan bidang studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dari Fakultas Pendidikan dan Ilmu Keguruan Universitas Riau (FKIP UNRI) ini meminta perhatian dari Pimpinan Polri agar melakukan pengawasan serta memberikan pembinaan yang lebih serius dan intens kepada setiap anggotanya. Yang tidak bisa dibina, kata Wilson Lalengke, seharusnya dibinasakan saja.
“Rugi besar rakyat membiayai hidupnya si polisi itu, bahkan celana dalamnya juga dibeli dari uang yang diberikan rakyat. Tapi jangankan melayani dengan baik, sikapnya saja tidak simpatik terhadap warga,” tuturnya.
Wilson minta Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, melalui Kapolda Riau, Irjenpol Muhammad Iqbal, agar menegur dan memberikan pembinaan, dan jika perlu pembinasaan terhadap oknum polisi arogan dan tidak professional di Polres Dumai itu,” tegas lulusan pasca sarjana dari tiga universitas bergensi di Eropa ini. (Red)