SUMEDANG, RBO – Teknologi informasi adalah alat untuk mensejahterakan masyarakat, termasuk menurunkan angka stunting dan kemiskinan serta meningkatkan perekonomian.
Demikian diungkapkan Sekretaris Daerah Kabupaten Sumedang Herman Suryatman sebagai narsum (narasumber) pada kegiatan ‘Benchmarking’ Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dengan platform Digital Services Living Lab bagi 62 Kota dan Kabupaten di Hotel Grand Mercure Kemayoran Jakarta, Selasa (1/11)
Acara diinisiasi Kementerian Dalam Negeri RI bersama dengan Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Wantiknas), Pemda Kabupaten Sumedang beserta unsur lainnya.
Herman mengungkapkan, komitmen pimpinan dan Pemda ialah berbagi dengan daerah lain, dimana sekitar 60 kabupaten/kota kurang telah datang ke Sumedang untuk studi banding.
“Kami ditantang oleh Pak Mendagri untuk berbagi dengan kabupaten lain. Makanya kami bangun Platform Indonesia Digital Services Living Lab di Sumedang,”ungkapnya.
Menurutnya, platform tersebut mengkombinasikan pendekatan saintifik dan empirik serta leadership dan learning untuk meningkatkan transformasi digital yang terlihat dari Indeks SPBE.
“Jadi masing-masing Sekda dan Kepala Dinasnya kita dorong agar SPBE-nya melompat. Mudah-mudahan masing-masing bisa menembus 3,5 pada tahun 2025. Ini jadi piloting Kemdendagri dan Kemenpan RB dalam rangka Smart Government dan meningkatkan Indeks SPBE,” ujar Herman.
Sekda meyakini bahwa dengan berbagi akan membuat Sumedang lebih hebat ke depannya sebagaimana filosofi “Sumedang Insun Madangan. Aku lahir memberikan penerangan”.
“Kita berbagi dengan 62 kabupaten/kota akan belajar bukan hanya manual, tetapi digital di Sumedang melalui Platform Indonesia Digital Services Living Lab,” kata Sekda.
Terakhir Sekda mengatakan, kunci semua keberhasilan yang diraih adalah komitmen yang sangat kuat dari pimpinan, baik dari Bupati dan Wakil Bupati.
“Kunci utama yang ditunjang oleh kerja keras dari birokrat dan masyarakat, termasuk DPRD,” katanya.
Ia menambahkan, transformasi digital harus tematik ke masyarakat dengan berorientasi tidak hanya output, tetapi outcome juga yang “Kadeleu, Karasa, Karampa” masyarakat.
“Jadi inilah kolaborasi di Sumedang. Kalau bahasa kaminya gotong royong, murah meriah, dengan layanan lebih cepat atau ‘faster-, lebih murah atau ‘cheaper’, dan lebih bagus atau ‘better’,” katanya. (Riks)