Menolong Orang Yang Zalim
Penulis : Abd.Mukti
Pemerhati Kehidupan Beragama.
Salah satu sikap ‘mahmudah’ yang dianjurkan dalam Islam adalah berbuat baik kepada semua orang, termasuk berbuat baik kepada orang yang zalim maupun yang dizalimi.
Kalau menolong orang yang dizalimi itu sudah biasa, tapi menolong yang berbuat zalim itu yang ingin kita uraikan dalam tulisan ini.
Dalam hadits disebutkan :
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا
“Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi.”
فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْصُرُهُ إِذَا كَانَ مَظْلُومًا ، أَفَرَأَيْتَ إِذَا كَانَ ظَالِمًا كَيْفَ أَنْصُرُهُ قَالَ « تَحْجُزُهُ أَوْ تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ ، فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ »
Kemudian ada seseorang bertanya tentang bagaimana cara menolong orang yang berbuat zalim?
Beliau menjawab, “Kamu cegah dia dari berbuat zalim, maka sesungguhnya engkau telah menolongnya.” (HR. Bukhari & Muslim).
Betapa indahnya makna sabda Baginda Rasul itu. Sebagai muslim kita diwajibkan untuk menolong kepada saudara-saudara kita yang zalim, bukan membencinya.
Maksudnya kita boleh bahkan wajib membenci kezalimannya tapi tidak boleh membenci pelakunya. Karena, walau dia pelaku zalim, oleh Rasulullah masih tetap dipanggil dengan sebutan ‘saudaramu’.
Pemandangan kita kepada orang zalim bukan dengan pandangan kebencian tapi dengan rasa iba dan kasihan atas terjerumusnya mereka dalam lembah kezaliman.
Kalau tidak ditolong, dikhawatirkan mereka tak sadar atas apa yang mereka kerjakan itu. Caranya kata Nabi : ‘cegah atau stop perbuatan zalimnya itu !’..
Makna Zalim
Secara bahasa, zalim atau ‘azh zhulmu’ artinya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Disebutkan dalam Lisaanul Arab:
الظُّلْمُ: وَضْع الشيء في غير موضِعه
“Azh zhulmu artinya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya”
Secara istilah, zalim artinya melakukan sesuatu yang keluar dari koridor kebenaran, baik karena kurang atau melebih batas. Al Asfahani mengatakan:
هو: (وضع الشيء في غير موضعه المختص به؛ إمَّا بنقصان أو بزيادة؛ وإما بعدول عن وقته أو مكانه)
“Zalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada posisinya yang tepat baginya, baik karena kurang maupun karena adanya tambahan, baik karena tidak sesuai dari segi waktunya ataupun dari segi tempatnya” (Mufradat Allafzhil Qur’an Al Asfahani 537, dinukil dari Mausu’ah Akhlaq Durarus Saniyyah).
Lawan dari zalim atau ‘azh zhulmu’ adalah adil atau ‘al ‘adlu’. Maka adil artinya menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya dan berada dalam koridor kebenaran.
Zalim ini terbagi tiga : pertama zalimnya seorang hamba terhadap Allah swt yakni syirik atau menyekutukan Allah dengan makhlukNya.
Syirik adalah dosa yang paling besar, paling berbahaya, merupakan tindakan kezaliman yang paling zalim, kejahatan yang paling besar dan dosa yang tidak bakal terampuni Allah SWT.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya kesyirikan adalah kezaliman yang terbesar” (QS. Luqman: 13).
Sehingga orang yang musyrik jika sampai mati tidak bertobat, dosanya tak diampuninya. (Q.S.An-Nisa : 48 ), dan dia haram masuk surga; dan tempatnya di neraka selamanya. (Q.S.Al-Maidah : 72 ).
Kedua : zalim terhadap diri sendiri. Yakni semua kemaksiatan,besar maupun kecil. Semuanya masuk dalam kategori zalim ini.
Contohnya antara lain seperti : meninggalkan shalat wajib, puasa ramadhan dan kewajiban lainnya.
Atau seperti berzina, makan riba, konsumsi miras dan narkoba, membuka aurat, durhaka kepada kedua orang tua, dan perbuatan melanggar syariat lainnya. Itu semuanya merupakan kezaliman yang wajib dijauhi oleh setiap hamba Allah.
Masuk dalam kategori zalim ini juga perbuatan syirik, mempersyrikatkan Allah dengan makhlukNya. Jadi, syirik ini masuk kategori zalim kepada Allah SWT sekaligus zalim terhadap dirinya.
Ketiga : zalim terhadap sesama manusia, seperti merampas hak-hak mereka, kehormatan mereka, harta dan darah mereka.
Pelaku kezaliman ini pun wajib kita tolong agar tidak merugikan masyarakat luas. Caranya dengan mencegahnya dari perbuatan aniaya itu.
Pelaku zalim terhadap manusia ini jika tidak ditolong, dikhawatirkan tidak bertobat sampai wafat, dan saat di hari kiamat pahalanya akan habis diambil oleh orang-orang yang dizalimi saat di dunia.
Kalau pahalanya habis, maka dosa-dosa korban kezaliman itu ditumpahkan kepada pelaku zalim, tentu akibatnya menjadi ‘muflis’ alias bangkrut. Sebagaimana hadits berikut :
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya:
أتدرون ما المفلِسُ ؟ قالوا : المفلِسُ فينا من لا درهمَ له ولا متاعَ . فقال : إنَّ المفلسَ من أمَّتي ، يأتي يومَ القيامةِ بصلاةٍ وصيامٍ وزكاةٍ ، ويأتي قد شتم هذا ، وقذف هذا ، وأكل مالَ هذا ، وسفك دمَ هذا ، وضرب هذا . فيُعطَى هذا من حسناتِه وهذا من حسناتِه . فإن فَنِيَتْ حسناتُه ، قبل أن يقضيَ ما عليه ، أخذ من خطاياهم فطُرِحت عليه . ثمَّ طُرِح في النَّارِ
“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?”. Para shahabat pun menjawab, ”Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dirham maupun harta benda”.
Nabi bersabda, ”Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan, sementara belum selesai pembalasan tindak kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa orang yang terzalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim no. 2581).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
“Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada hari kiamat) bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang dizhaliminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya”. (HR. Al-Bukhari no. 2449).
Agar kita tidak termasuk orang yang bangkrut, tentu kita harus semangat berinvestasi amal shaleh saat di dunia ini dan bertobat atas kezaliman yang pernah dilakukan dengan ‘taubatan-nashuha’ dengan tetap istiqamah tegak diatas Aqidah Islam dan beramal ibadah sesuai dengan manhaj Rasulullah Saw.
Ngeri memang kalau kita termasuk orang yang ‘muflis’ di hari perhitungan amal nanti. Kalaulah sudah bangkrut, dilemparkanlah kedalam neraka.
Panasnya neraka begitu dahsyat tak bisa kita bayangkan. Penghuni neraka paling ringan saja sebagai diterangkan dalam hadits berikut :
Imam Muslim meriwayatkan dari hadits Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda;
إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَنْتَعِلُ بِنَعْلَيْنِ مِنْ نَارٍ يَغْلِى دِمَاغُهُ مِنْ حَرَارَةِ نَعْلَيْهِ
“Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya, ia memakai dua sandal dari neraka, seketika itu mendidih oraknya disebabkan panasnya dua sandalnya itu.
Amar Makruf dan Nahi Munkar
Kalau kita perhatikan bahwa dibalik perintah menolong saudara kita yang zalim, Rasulullah juga memerintahkan kita untuk melaksanakan amar makruf nahi munkar kepada orang yang zalim, tapi dengan semangat ‘menolong’ bukan menghujatnya.
Dimanapun ada kemungkaran termasuk kezaliman, wajib bagi setiap muslim untuk mencegah dan merubahnya.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman“. [HR Muslim].
Hadits ini juga menunjukkan bahwa tugas amar ma’ruf nahi munkar itu akan sangat efektif jika dilaksanakan dengan tangan atau kekuasaan. Para pejabat yang punya otoritas kekuasaan akan sangat efektif untuk melakukan tugas amar ma’ruf dan nahi munkar. Artinya, bukan menunggu pensiun baru mau beribadah.
Yuk kita intensifkan tugas dan kewajiban kita sebagai muslim untuk berdakwah dan beramar makruf nahi munkar dimanapun kita berada. Jangan sampai kita menjadi ‘syaithan akhras’ -setan bisu saat terjadi banyak kemunkaran dan kezaliman.
Dari paparan diatas dapat diketahui bahwa Islam adalah ‘rahmatan lil’alamiin’, rahmat untuk semesta alam. Untuk itulah Islam sangat menganjurkan ukhuwah Islamiyah diantara kita. Tidaklah boleh diantara kita untuk saling menzalimi antara yang satu dengan yang lain.
Dan juga terbantahkanlah jika ada pihak-pihak tertentu yang menuduh atau ‘menstigma negatif’ terhadap Islam sebagai agama intoleran, radikal, teroris dan stigma negatif lainnnya.
Wallahu a’lam.