Mayora Group Desak PT IBL Tuntaskan Kasus PHK Sepihak
JAKARTA, RBO – Kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak puluhan karyawan PT Indo Buana Lestari (IBL) pada Agustus 2024 lalu hingga saat ini belum menemui titik terang.
Para pekerja sudah menempuh mediasi Tripartit melalui Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung dan kemudian dilimpahkan ke Suku Dinas Ketenagakerjaan, Trasmigrasi dan Energi Jakarta Utara.
PT IBL diduga ingin melepaskan tanggungjawab untuk tidak memberikan hak-hak normatif para pekerja yang sudah di-PHK, sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan No 13 tahun 2013 jo UU No 6 tahun 2023 dan perubahannya di UU Cipta Kerja (UU Nomor 11 Tahun 2020), dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023.
Menurut UU tersebut, kewajiban Perusahaan terkait PHK yaitu memberikan kompensasi berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja (UPMK), uang pengganti hak (UPH) dan BPJS Ketenagakerjaan berupa Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun.
Diketahui, para pekerja yang mengalami PHK tersebut sebelumnya bekerja pada proyek-proyek yang dimiliki oleh PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group) di beberapa kota di Indonesia. Ada yang bekerja 14 tahun, 12 tahun, 10 tahun, 9 tahun dan ada yang baru 2,5 tahun.
Intinya, para pekerja tersebut telah lama dilibatkan dan berkontribusi dalam berbagai proyek yang dikerjakan oleh PT. Indo Buana Lestari untuk kepentingan PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group).
Wowo Wahtoto, SH, Business Partner Manager PT Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group) kepada media melalui jawaban konfirmasi tertulis mengatakan, bahwa PT IBL dan PT TFJ adalah sama-sama PT, punya kedudukan yang masing-masing pada aturan yang telah diatur oleh pemerintah, terkait UU Nomor 13 tahun 2013 jo UU No 6 tahun 2023, di situ jelas diatur kewajiban.
Dikatakan Wowo Wahtoto, PT TFJ mengetahui perihal PHK sepihak yang dilakukan PT Indo Buana Lestari (IBL) tersebut. Karena menurutnya, pada saat musyawarah di Disnaker antara PT IBL dan para pekerjanya, PT TFJ diundang sebagai saksi di kantor Disnaker Kabupaten Bandung pada tanggal 17 September 2024.
“PT TFJ tentunya tidak diam begitu saja, kami juga punya beban moral untuk itu kami akan kirim surat ke PT IBL, untuk segera menyelesaikan masalah PT IBL tersebut dengan baik sesuai UU yang berlaku,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan Wowo, PT TFJ mengetahui bahwa mereka adalah betul karyawan PT IBL yang mengalami PHK sepihak. PT IBL merupakan vendor kontraktor yang mengerjakan proyek Plumbing dan HVAC di proyek Tenjolaya, sesuai kontrak antara PT TFJ dan PT IBL.
“Sesuai UU Ketenagakerjaan harus dipenuhi/dibayar. Tetapi jelas yang harus membayar adalah PT IBL, bukan PT TFJ. Karena karyawan tersebut sesuai UU adalah karyawan PT IBL. Kami PT TFJ bermitra dengan PT IBL nya bukan dengan karyawannya,” pungkasnya.
Sementara itu, menurut Bernard Simamora, S.Si., S.IP., S.H., M.H., selaku kuasa hukum para pekerja, Agustus lalu pihak PT IBL di Jakarta melalui kuasa hukumnya menawarkan Uang Kerohiman 1 bulan Gaji kepada para pekerja, namun di sisi lain, pada saat mediasi, Pihak PT IBL tidak mengakui para pekerja sebagai karyawan PT IBL.
Padahal nyata-nyata para pekerja sudah lama bekerja di PT IBL mulai dari masa kerja 2,5 Tahun hingga 14 Tahun. Parahnya lagi, kata Bernard, PT IBL tidak menyertakan para pekerja dalam BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana amanat Undang Undang No. 40/2004 dan UU No. 22/2011 dan turunannya, khususnya BPJS-TK Jaminan Hari Tua dan BPJS-TK Jaminan Pensiun.
“Tampaknya kami juga akan menempuh langkah pidana, sebagaimana Pasal 55 UU BPJS yang bunyinya: Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun atau pidana denda paling banyak satu miliar rupiah,” tandas Bernard. (Red)