Ketua Prisma OKI Kritik Revitalisasi Danau Teloko, Minta KPK Turun Tangan
Ogan Komering Ilir, RBO – Proyek Revitalisasi Danau Teloko di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) kembali menuai sorotan. Ketua Prisma (Pusat Riset Kebijakan dan Pelayanan Masyarakat) M. Salim Kosim, S.IP, menilai proyek yang berjalan sejak 2022/2023 hingga 2024/2025 dengan kucuran dana ratusan miliar rupiah belum memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
“Kami menilai revitalisasi Danau Teloko tidak berdampak pada kesejahteraan warga. Dana sebesar itu seharusnya dialihkan untuk kepentingan yang lebih mendesak, seperti memperbaiki jalan rusak atau mencari solusi bagi masyarakat OKI yang tidak bisa mengelola sawahnya,” tegas Salim.
Ia juga mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun langsung ke lokasi proyek dan melakukan evaluasi menyeluruh. Menurutnya, perlu dipastikan apakah anggaran benar-benar dimanfaatkan sesuai tujuan atau hanya sekadar proyek yang menguntungkan segelintir pihak.
Data Proyek
2023: PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) memperoleh kontrak revitalisasi senilai Rp103,36 miliar dari Kementerian PUPR.
2025: Pemerintah kembali mengalokasikan Rp23,5 miliar dari APBN 2025 melalui lelang LPSE PUPR dengan kode 91662064.
Nama Proyek: Revitalisasi Danau Teloko (lanjutan) Pemberi Proyek: Kementerian PUPR, Kategori: Pekerjaan Konstruksi
Jangka Waktu: 210 hari kalender sejak SPMK
Tahapan & Kewajiban Penyedia Jasa
1. Menyampaikan surat mobilisasi/demobilisasi alat berat.
2. Menyediakan kantor lapangan (direksi keet) minimal 35 m² berikut gudang, barak, dan fasilitas K3.
3. Memasang papan nama proyek berisi nilai kontrak, sumber dana, kontraktor, konsultan pengawas, dan instansi.
4. Melaksanakan pengukuran (uitzet) pra-konstruksi, saat konstruksi, dan pasca konstruksi bersama konsultan pengawas.
Aspek K3
Merujuk Permen PU No. 09/Per/M/2008. Risiko kerja di antaranya tertimbun galian danau serta tertimpa kayu gelam saat pemancangan.
Harapan & Catatan
Pemerintah menargetkan revitalisasi mampu memperbaiki fungsi ekosistem danau serta estetika lingkungan. Namun, kritik publik, terutama dari Prisma OKI, menunjukkan perlunya pengawasan lebih ketat agar proyek benar-benar menyentuh kebutuhan riil masyarakat.
Di tempat terpisah, Pemerhati Sosial dan Lingkungan H. Welly Tegalega, SH, turut memberikan catatan. Ia menilai, revitalisasi yang tidak efektif justru bisa memperparah pencemaran sungai dan berdampak buruk terhadap biota air.
“Sedimentasi dan pendangkalan tanpa pengendalian erosi yang baik bisa menimbun sungai, mengurangi kapasitas tampung airnya, serta merusak habitat dan keanekaragaman hayati,” ujarnya.
Welly menegaskan, kegagalan memulihkan habitat alami akan mengakibatkan hilangnya spesies tumbuhan dan hewan yang bergantung pada sungai. Dari sisi sosial dan ekonomi, kondisi tersebut meningkatkan risiko banjir yang jelas merugikan masyarakat. (Nov)
