Keterpurukan Ekonomi Dampak Covid-19 Belum Bangkit, Wacana PPN Sembako Mengancam

https://www.profitablecpmrate.com/ki4sf672yj?key=11d19e0ce7111b57c69b1b76cd2593c6

KOTA BOGOR, RB.Online – Sudah jatuh ditimpa tangga, mungkin itulah peribahasa yang kini tengah dialami oleh warga negara Indonesia. Belum lepas dari keterpurukan sosial ekonomi efek dari wabah Pandemi Covid-19, rakyat malah kian meradang, mendengar ada wacana pemerintah berkuasa kembali membuat aturan baru, pemberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), untuk beragam bahan kebutuhan pokok bagi rakyatnya.

Meski pihak Kemenkeu RI menjelaskan baru baru ini, bahwa PPN tersebut tak akan dikenakan pemberlakuannya kepada produk-produk sembako yang dijual di pasar-pasar tradisional. Akan tetapi, informasi tersebut terlanjur jadi konsumsi publik, menjadi kehawatiran mendalam kalangan pelaku usaha.

Tidak terkecuali dikalangan pedagang pasar tradisional, hingga kalangan Ibu rumah tangga yang terkategori “lemah ekonomi” sebagai efek dampak sosialnya.

Bagi kalangan menengah kebawah, hal tersebut pasti akan menjadi beban baru, didalam dinamika perekonomian mereka sehari-hari. Lain halnya, untuk kalangan menengah keatas yang tidak terlalu kesulitan ekonominya, mungkin tidak ambil pusing terhadap diwacana kannya hal tersebut.

Berangkat dari itulah, seharusnya pihak para pemangku kebijakan cermat sebelum mengambil suatu gagasan, terlebih disaat hendak memutuskan hal itu sebagai kebijakan baru bagi warga masyarakatnya.

Mengingat, ragam produk sembako merupakan kebutuhan primer, tak bisa dipungkiri bahwa setiap lapisan warga masyarakat membutuhkannya, hingga ketika harga harganya melonjak sekali pun, mereka pasti memaksakan untuk membelinya.

Disaat ada keterpaksaan seperti itulah, tingkat penurunan daya beli warga pasti terjadi, demi menjaga keseimbangan antara input-outputnya, dalam konteks managemen keuangan mereka, baik itu hanya untuk bertahan hidup maupun mempertahankan gaya hidup mereka sebelumnya.

Boleh jadi pemberlakuan PPN tidak dikenakan pada semua produk, disaat masih di pasar tradisional. Namun jika sudah berada di sektor hilir, (di tangan para pedagang warung eceran), di luar pasar tradisional, misalnya atau saat masih di sektor hulu, (para petani atau peternak suplier produk sembakonya), yang sudah dikenakan pemberlakuan PPN? Apa mungkin pemberlakuannya dapat dikontrol atau dikendalikan oleh pihak pemerintah?

Itu sangat mustahil, kalau pun bisa, tentu harus ada rekrutmen baru besar besaran di wilayah, guna menjalankan kontroling yang otomatis akan makin menambah besar pengeluaran Negara Indonesia.

Meskipun mungkin, hal itu bukan satu satunya cara, yang bisa ditempuh para pemangku kebijakan pemerintah, guna melakukan kontroling penerapan kebijakan PPN di wilayah, hingga pada wilayah terbawah di daerah otonom.

Karena jika tanpa kontrol yang baik, terarah, terintegritas dan konsisten, itu hanya akan memicu masalah baru tak terelakkan, bagi kalangan masyarakat ekonomi lemah, dalam sudut pandang makro yang realistis dan dinamis.

Hal tersebut merupakan kewajiban setiap warga negara itu benar, namun setiap warga negara pun berhak menyatakan keberatan, hingga menolaknya selama hal tersebut belum diundangkan pihak pemerintah terkaitnya.

Intinya, mayoritas rakyat NKRI yang saat ini tengah terengah engah, akibat berlarut larutnya dampak Pandemi ini. Yang merasa memiliki wakil di sebuah lembaga, yakni para wakil rakyat NKRI yang duduk dikursi kursi parlemennya, mulai DPRD Kabupaten/Kota, Provinsi hingga DPR-RI.

Seyogyanya cukup jadi jembatan akomodatif bagi rakyat yang diwakili aspirasinya. Setidaknya untuk memenuhi janji janji politiknya di saat mereka berkampanye.

Yang selalu harus mau dan mampu membela hak rakyat yang diwakilinya, jangan cuma tandas dan tegas di saat mendukung kebijakan eksekutif, demi kepentingan sinergitas antar lembaga mereka.

Sedangkan segala kewajiban nya dibebankan kepada rakyat banyak yang hanya mampu berpasrah, ngikuti peraturan yang sudah diundangkan. Di mana posisinya “Keadilan Sosial” bagi seluruh rakyat Indonesia, yang sampai sekarang masih berlaku di Pancasila?

Penulis :Asep Didi Sumantri (Kabiro Kota Bogor SKU REFORMASI BANGSA)

Related posts

Leave a Comment