Kejati Sumsel Didemo, LSM KRAK Desak Penyidikan Dugaan Korupsi di Banyuasin, OKI dan Ogan Ilir
Palembang, RBO – Suara lantang aktivis menggema di depan gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel), Jumat (12/9/2025).
Puluhan massa dari Lembaga Swadaya Masyarakat Komite Rakyat Anti Korupsi (LSM KRAK) bersama elemen masyarakat Sumsel mendesak aparat penegak hukum segera mengusut dugaan korupsi yang merugikan negara lebih dari Rp73 miliar.
Dalam orasinya, Ketua LSM KRAK, Feri Utama, menegaskan bahwa angka tersebut adalah uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk pembangunan, kesehatan, dan pendidikan. “Itu hak masyarakat, tapi justru dikorupsi oleh oknum pejabat dan kroninya,” ujarnya.
Enam Kasus Disorot
LSM KRAK merinci enam kasus dugaan korupsi yang menjadi fokus desakan, yakni Sekretariat Daerah Banyuasin (Rp1,74 miliar), Sekretariat DPRD Banyuasin (Rp1,84 miliar), Dinas Kesehatan OKI (Rp2,14 miliar), PD Bende Seguguk OKI (Rp62,2 miliar), Sekretariat Daerah Ogan Ilir (Rp557 juta) dan Dinas PUPR Ogan Ilir (Rp2,9 miliar).
Tuntutan ke Kejati Sumsel
Koordinator aksi Supeno bersama koordinator lapangan Wasito menegaskan Kejati Sumsel tidak boleh hanya diam. Mereka mendesak agar segera dilakukan:
Penyidikan resmi atas semua temuan BPK di Banyuasin, OKI, dan Ogan Ilir,
Pemanggilan dan pemeriksaan pejabat terkait, Penyitaan aset dan dokumen keuangan Pembekuan jabatan pejabat terindikasi, Pengumuman nama pejabat terlibat ke publik dan Penetapan tersangka dan penuntutan dengan hukuman maksimal.
“Jika Kejati memilih diam, sama saja membiarkan praktik korupsi terus berlangsung. Kami siap mengadukan kasus ini ke KPK RI dan meningkatkan eskalasi gerakan,” tegas Wasito.
Desakan ke Kepala Daerah
Selain ke aparat hukum, LSM KRAK juga mendesak kepala daerah untuk mengambil langkah tegas.
Bupati Banyuasin diminta mengevaluasi Sekda dan Sekwan DPRD Banyuasin, Bupati OKI diminta mencopot Kadinkes OKI, Bupati Ogan Ilir didesak segera mengevaluasi dan memecat pejabat yang terindikasi korupsi.
Sekretaris LSM KRAK Herman Sangkut menegaskan, “Jangan biarkan mereka terus mengelola APBD jika sudah terbukti merugikan keuangan daerah.”
Suara Jalanan untuk Keadilan
Aksi berjalan damai dengan pengawalan kepolisian. Massa bergantian berorasi, meneriakkan yel-yel antikorupsi, dan menegaskan rakyat berhak tahu kemana uang mereka pergi.
“Ini baru awal. Jika kasus ini dibiarkan, kami akan kembali dengan massa yang lebih besar,” tutup Feri Utama. (Nov)