Indikasi Korupsi Upah Pekerja dan Pengadaan BBM Mulai Terbongkar, Oknum Pejabat DPUPR Masih Bungkam
BOGOR, RBO – Bungkam dan diam seribu Bahasa itulah sikap yang ditunjukan para pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Bogor mulai dari Kepala Dinas maupun Sekretaris Dinasnya saat dimintai klarifikasi adanya pemberitaan di banyak media online terkait indikasi adanya Korupsi pada pengelolaan anggaran upah pekerja dan anggaran pengadaan BBM.
Sulitnya untuk bertenu para petinggi DPUPR dirasakan oleh team media ini dan rekan media lainnya dalam melakukan konfirmasi dan meminta klarifikasi terkait temuan adanya dugaan Pemotongan upah tenaga pekerja Buruh Lapangan Tidak Terlatih (BLTT), upah Mandor dan pengelolaan anggaran pengadaan BBM jenis Dex Non subsidi.
Meskipun sudah dilakukan Langkah pendekatan persuasif untuk melakukan konfirmasi mendatangi langsung kantor DPUPR Kabupaten Bogor ataupun melalui Via pesan WhatsApp terhadap oknum pejabat eks Kabid yang diduga mempunyai peran sebagai sutradara namun hasilnya nihil.
Diamnya mantan pejabat Kabid yang dimaksud menambah kesan kalau dirinya memang ikut andil seperti rumor yang berkembang diduga benar ada keterlibatan dirinya pada pusaran penyimpangan anggaran ujar sumber.
Yang sangat disayangkan sikap tidak perduli dari Gantara selaku Sekretaris Dinas (Sekdis) sebagai orang yang sudah lama bertugas didinas PUPR sepertinya sengaja menutup diri, Gantara yang terkesan menghindar dan tidak mau dikonfirmasi ataupun dimintai klarifikasinya diduga lebih mengetahui informasi adanya dugaan Korupsi Anggaran pada Dinasnya yang saat ini mulai terkuak ke publik.
Terkuaknya dugaan penyimpangan anggaran yang dilakukan oleh para oknum pejabat Dinas PUPR hasil penelusuran team media Reformasi Bangsa, dan dari hasil penelusuran tersebut temuan adanya indikasi pemotongan upah para tenaga pekerja BLTT, upah Mandor dan juga terindikasi manipulasi data untuk penambahan tenaga pekerja.
Pemotongan upah yang dilakukan oleh para pemangku kebijakan sudah cukup lama sekitar 42 bulan terhitung mulai dari tahun 2021 sampai pertengahan 2024, dalam prakteknya para oknum pejabat tersebut melakukan pembayaran dengan mengurangi upah para pekerja BLTT dari besaran nominal Upah yang seharusnya diterima sekitar Rp.200.000,- menjadi Rp.120.000,- perorang perhari, artinya ada pemotongan upah sebesar Rp.80.000,- perorang dalam perharinya.
Begitu juga yang dialami para Mandor, besaran upah yang seharusnya diterima para Mandor perharinya sekitar Rp.300.000,- perorang namun yang diterima hanya sekitar Rp.240.000 perorang – perharinya, artinya dilakukan juga pemotongan oleh pihak oknum pejabat sebesar rp.60.000,- perorang untuk perharinya.
Tidak hanya pemotongan upah yang dilakukan oleh para oknum pejabat, ada dugaan mereka juga melakukan manipulasi data dan pemalsuan tanda tangan dalam penambahan jumlah pekerja baik pekerja BLTT maupun jumlah Mandor, jika tenaga pekerja pada setiap Unit Pelaksana Teknis (UPT) terdapat sekitar 150 orang pekerja kalau dikalkulasikan secara matematis untuk 10 UPT jalan dan jembatan, terdapat sekitar 1.500 orang tenaga pekerja.
Selain indikasi Korupsi upah tenaga pekerja pihak DPUPR juga diduga bermain pada pengelolaan anggaran pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Dex Non subsidi, modus operandi yang dilakukan para pihak melakukan kerjasama pada salah satu SPBU yang berlokasi di wilayah Babakan Madang untuk memenuhi kebutuhan operasional BBM mereka.
Dengan adanya Kerjasama yang dilakukan pihak Dinas PUPR dan pihak SPBU tersebut patut diduga ada permainan nakal ataupun deal -dealan yang mereka sepakati untuk mencari keuntungan, bagaimana tidak menurut keterangan sumber yang terpercaya ada salah satu oknum pejabat yang selalu datang disetiap Bulannya ke SPBU tersebut jelas sumber.
Padahal kita tau sebuah SPBU disediakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen atau masyarakat sebagai pembeli eceran dan bukan untuk memenuhi kebutuhan suatu badan usaha yang melakukan pembelian secara langsung dengan volume tertentu dan jenis BBM tertentu.
Dan apa yang dilakukan oleh para oknum Pejabat DPUPR diduga menabrak Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 191 Tahun 2014 yang mengatur Tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Minyak. Perpres ini juga mengatur berbagai aspek terkait penyediaan dan distribusi BBM, termasuk jenis – jenis BBM, wilayah penugasan serta harga jual eceran ungkap sumber.
Dari beberapa dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh para oknum pejabat DPUPR ada indikasi mark-up dan merugikan keuangan Negara (APBD) Kabupaten Bogor, untuk itu diharapkan pada pihak terkait yang berwenang seperti Hiswana Migas organisasi yang menaungi para pengusaha dibidang minyak dan gas bumi khususnya yang bermitra dengan PT Pertamina untuk melakukan pemanggilan ke pihak oknum pejabat DPUPR untuk dimintai klarifikasinya terkait pihaknya melakukan pembelian BBM jenis tertentu secara langsung ke SPBU.
Sumber juga berharap kepada aparat penegak hukum (APH) Jawa Barat untuk turun tangan melakukan sidak dan investigasi terkait dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh para oknum Pejabat Dinas terkait tandasnya mengakhiri. (Tono)