Penulis : Abd.Mukti
Pemerhati Kehidupan Beragama.
Kita sekarang ada di alam dunia. Tempat menyemai kebaikan untuk dipanen di akherat. Karenanya, walau kehidupan dunia ini hanya pendek, sementara, tapi menentukan apa yang ada di akherat, sukses atau gagal.
Walaupun dunia bersifat fana, lahwun wa la’ibun (permainan yang melalaikan), dan mata’ul ghuruur (keindahan yang menipu), tapi kita umat muslim jangan melupakan kehidupan dunia.
Bahkan bisa dikatakan bahwa dunia ini lebih penting dari akherat. Nggak percaya ? Coba tanyakan kepada mereka yang sudah wafat.
Iya, mereka memang tidak mungkin menjawab pertanyaan tersebut. Tetapi Allah SWT memberitahu kepada kita, bahwa seandainya mereka bisa menjawab.maka jawabannya tentu akan mengatakan ‘hidup di dunia lebih penting daripada di akherat’.
Buktinya, mereka yang sudah mati itu ingin kematiannya ditunda, bahkan meskipun hanya sekejab saja. sebagaiman friman Allah SWT berikut ini.
وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ [المنافقون/10]
Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.”
Orang hidup masih bisa berbuat apa saja, sementara ketika mati segalanya sudah tidak bisa dilakukan. Yang kaya tak lagi bisa sedekah, yang alim tak bisa lagi berdakwah, yang kuat tidak lagi bisa membantu yang lemah, yang ahli ibadahpun tak lagi bisa bersujud dan berdzikir. Dan nggak bisa untuk bertobat. Kematian memutus segalanya. Karena itu hidup di dunia ini jauh lebih penting daripada di akherat.
Bagaimana dengan ayat 4 surat ad-dhuha yang menyatakan bahwa akherat lebih baik daripada dunia seperti ini.
وَلَلْآَخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَى [الضحى/4]
“Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang permulaan.”
Para ulama tafsir sepakat yang ‘kemudian’ itu adalah akherat dan yang ‘permulaan’ itu adalah dunia. Dan penafsiran tersebut tidak ada yang memungkiri. Hanya saja perlu diketahui bahwa kehidupan seseorang di akherat yang super duper lebih baik itu hanyalah akibat belaka dari kehidupannya di dunia.
Karena itu soal mana lebih penting antara hidup di dunia atau di akherat, maka jawabannya adalah hidup di dunia lebih penting. Karena saat hidup inilah segala amal shalih masih bisa dilakukan, dan segala angan-angan tentang kebaikan masih dapat ditempuh.
Maka ayat tersebut perlu dimaknai begini, “Bahwa aktifitas manusia yang orentasinya akherat itu lebih baik daripada amal yang orentasinya hanya untuk kehidupan di dunia saja”.
Sebab memang amalan yang hanya berorientasi dunia hanya berhenti di dunia. Selesai saat ia mati. Sebaliknya amalan yang diniatkan akherat maka itulah yang sejatinya amal yang akan membahagiakannya di kehidupan akherat.
Misal, anda punya uang satu juta rupiah. Seratus ribu untuk sedekah jum’at dan sembilan ratus ribu untuk membayar bengkel mobil. Maka yang lebih penting adalah yang 100 ribu, karena ia akan menjadi bekal akherat. Sementara yang 900 ribu selesai di dunia saja.
Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas sebagai berikut:
تفسير ابن كثير – (ج 8 / ص 425)
والدار الآخرة خير لك من هذه الدار. ولهذا كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أزهد الناس في الدنيا، وأعظمهم لها إطراحًا،
“Dan negeri akherat itu bagimu lebih baik daripada negeri ini. Dan karena inilah Rasulullah saw menganjurkan agar manusia zuhud dari kehidupan dunia dan mengagungkan untuk akherat.”
Zuhud dari dunia maksudnya adalah jangan menjadikan hidup ini hanya untuk hidup di dunia saja, tetapi lakukan perbuatan yang ada buahnya di akherat. Itulah amal shalih. Karena dunia adalah ladang untuk beramal. Jika ladang sudah tidak ada maka tidak bisa lagi buat bercocok tanam.
Rumusnya begini, akherat itu lebih baik jika dan hanya jika manusia mengisi hidupnya untuk kepentingan ekherat. Bila yang terjadi sebaliknya, maka akherat justru lebih buruk bagi manusia karena di sana tidak ada lagi pihak yang dapat dimintai pertolongan kecuali atas ijin Allah.
Koruptor misalnya. Ia dengan leluasa mengambil uang negara karena kekuasaannya. Setelah itu masih bisa berpoya-poya dengan hasil korupsinya
Maka bagi manusia seperati ini akherat adalah malapetaka. Ia akan dimasukkan kedalam neraka.
Semoga kita dapat mengisi sisa hidup ini untuk berbuat baik sebanyak-banyaknya, sehingga dapat merasakan keindahan dan kenikmatan akherat yang diceritakan Allah dalam alqur’an maupun disabdakan Rasulullah saw dalam sejumlah hadisnya.
Imam Al-ghazali dalam kitabnya, Ihya’ ‘Ulumuddin menyatakan :
الدنيا مزرعة الآخرة ؤكل ما خلق
فى الدنيا فيمكن أن يتزود منه للآخرة. إحياء_علوم_الدين٢٩٣/٦
“Dunia adalah ladang akhirat. Maka setiap yang diciptakan Allah di dunia, bisa untuk dijadikan bekal menuju akhirat”
Untuk ‘bercocok tanam‘ kebaikan didunia yang sebentar ini Rasulullah Saw telah memberikan petunjuk kepada umatnya agar
benar-benar paham akan ‘dinul Islam’, Inipun dipersiapkan saat kita masih hidup didunia.
Dari Mu’awiyah radhiallahu’anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْه في الدينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah akan jadikan ia faham dalam agama” (Muttafaqun ‘alaihi).
Paham ‘dinul Islam‘ yang termaktub dalam kitab suci Alquran maupun Sunnah Rasul. Jadi bukan harta atau jabatan modal untuk meraihnya tapi paham akan agama.
Ini sekarang sudah terbukti akan dangkalnya Aqidah Islam dan lemahnya ukhuwah Islamiyah bagi umat Islam karena lemahnya pemahaman akan ‘dinul Islam’. Akibatnya timbul penyakit dan virus yang dapat mengancam ‘khaira ummah’ di kalangan umat Islam.
Virus itu antara lain Sipilis yakni paham sekularisme, liberalisme, pluralisme dan sosialisme. Padahal paham ini telah difatwakan MUI sejak 2005 tentang haramnya paham ‘sipilis’ itu
Salah satu contoh bahaya paham Sipilis yang dapat merusak tatanan masyarakat adalah munculnya paham membolehkan kawin sesama jenis, dan homoseksual, yang kini populer dengan sebutan LGBT.
Homoseksualitas yang berabad-abad dicap sebagai praktik kotor dan maksiat, oleh Islam dan agama-agama lain di Barat , justru kemudian diakui sebagai praktik yang manusiawi dan harus dihormati sebagai bagian dari penghormatan Hak Asasi Manusia. Ns’udzubillah mimdzalik.
Dan ada satu lagi akibat lemahnya pemahaman ‘dinul Islam‘ adalah lemahnya ‘ghirah’ atau kecemburuan umat terhadap Islam. Saat kitab suci Alquran dan atau nabi Muhammad Saw dilecehkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, umat Islam masih banyak yang diam alias menjadi ‘syaithan akhras’ yakni setan bisu. Ketika banyak terjadi kemungkaran di depan mata, orang-orang shaleh banyak yang menjadi ‘setan bisu‘.
Itu disebabkan lemahnya ‘ghirah’ umat Islam akibat lemahnya pemahaman ‘dinul Islam’.
Itu semuanya perlu dipersiapkan saat di dunia ini, jangan menunggu ‘ajal maut‘ menjemputnya. Wallah a’lam’.