Dugaan Pungli Program PTSL di Desa Pangguh, Sekdes Berkilah sebagai Kebijakan Pemohon

https://www.profitablecpmrate.com/ki4sf672yj?key=11d19e0ce7111b57c69b1b76cd2593c6

Bandung, RBO – Dugaan pungutan liar (pungli) dalam pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Panguh, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, mencuat setelah beberapa pemohon melaporkan adanya biaya tambahan yang melebihi ketentuan.

Sekretaris Desa Panguh berkilah bahwa pungutan tersebut bukanlah pungli, melainkan kebijakan yang disepakati oleh pemohon program PTSL.

“Kami hanya menerima biaya Rp150.000,00 per bidang sesuai aturan, tetapi jika ada uang lebih yang diberikan oleh pemohon, itu digunakan untuk operasional kebutuhan panitia karena dana yang tersedia tidak cukup,” ujar Sekretaris Desa Panguh kepada Reformasi Bangsa, Selasa (17/1).

Namun, pernyataan tersebut bertolak belakang dengan keterangan beberapa pemohon PTSL yang enggan disebutkan namanya. Berdasarkan wawancara dengan tiga narasumber dari RW 20, RW 19, dan RW 02, biaya yang dipungut panitia bervariasi antara Rp700.000,00 hingga Rp1.500.000,00 per bidang tanah.

Seorang pemohon di RW 20 mengaku merasa terpaksa membayar karena takut tidak mendapatkan sertifikat tanah jika tidak memenuhi permintaan panitia.

Sementara itu, dua pemohon lainnya dari RW 19 dan RW 02 mengungkapkan hal serupa, bahwa nominal pungutan jauh di atas batas yang diatur dalam regulasi.

Dasar Hukum dan Ketentuan yang Berlaku

Program PTSL merupakan program pemerintah yang bertujuan mempermudah masyarakat dalam memperoleh sertifikat tanah dengan biaya yang sudah ditetapkan berdasarkan:

1. Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri – Menetapkan biaya yang hanya mencakup pengadaan patok, materai, dan fotokopi, tanpa tambahan pungutan di luar ketentuan.

2. Peraturan Bupati Bandung Nomor 108 Tahun 2020 – Menetapkan batas biaya PTSL sebesar Rp150.000,00 per bidang di wilayah Kabupaten Bandung.

3. UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan – Melarang pejabat publik menyalahgunakan kewenangan untuk memungut biaya tambahan.

4. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi – Menganggap penerimaan uang tambahan sebagai gratifikasi jika tidak dilaporkan kepada pihak berwenang.

Tindak Lanjut dan Penegasan

Perangkat desa tidak diperbolehkan menerima imbalan pribadi atau menarik biaya tambahan tanpa dasar hukum. Dugaan pungli ini harus ditindaklanjuti oleh aparat berwenang, termasuk Inspektorat Daerah dan Ombudsman Republik Indonesia.

Masyarakat diminta untuk melaporkan dugaan pungli dengan bukti yang jelas agar dapat diproses sesuai hukum. Jika terbukti, pelanggaran ini dapat dikenakan sanksi administratif atau pidana, sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Program PTSL seharusnya berjalan transparan dan akuntabel untuk memberikan manfaat bagi masyarakat tanpa membebani secara finansial. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan dan integritas dalam pelaksanaan program pemerintah. (Herman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *