Drama Hukum Alex Noerdin di Kejati Sumsel: Dari Pasar Cinde Menuju Jeruji Besi
PALEMBANG, RBO – Derit roda kursi itu menggema pelan di lantai Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan, mengiringi langkah hukum yang menjerat sosok kuat di masa lalu, H. Alex Noerdin—mantan Gubernur Sumsel dua periode.
Dengan wajah lesu dan rompi tahanan oranye khas Kejati Sumsel, Alex kembali diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pasar Cinde, Rabu (23/7/2025).
Sejak pukul 09.00 pagi hingga senja menjelang, Alex menjalani pemeriksaan intensif. Ketika didorong keluar dari gedung menuju mobil tahanan, ia enggan menjawab satu pun pertanyaan dari awak media.
Tak ada lagi langkah tegap—hanya hening dan ketergantungan pada kursi roda yang membawanya kembali ke Lapas Pakjo
Ini bukan pemeriksaan biasa. Kejati Sumsel memanggil empat tersangka utama dalam proyek yang mangkrak dan menyisakan kerugian besar tersebut.
Selain Alex Noerdin (AN), tiga tersangka lainnya ialah mantan Wali Kota Palembang berinisial H, Ketua Panitia Pengadaan EH, dan Kepala Cabang PT MB berinisial RY.
“Benar, hari ini ada pemeriksaan terhadap empat tersangka kasus Pasar Cinde,” kata Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari.
“Agenda pemeriksaan mencakup sekitar 30 pertanyaan untuk masing-masing tersangka,” lanjutnya.
Saksi dan Aliran Dana Mencurigakan
Selain para tersangka, seorang saksi berinisial S dari Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumsel turut diperiksa secara maraton untuk melengkapi berkas perkara. Di tengah kesibukan tersebut, kuasa hukum Alex, Titis Rahmawati, hanya memberikan pernyataan singkat.
“Ya, klien kami diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lainnya. Pertanyaannya banyak,” ujar Titis sebelum meninggalkan lokasi.
Pasar Cinde terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Palembang. Dibangun tahun 1958 pada masa Wali Kota H.M. Ali Amin, pasar ini awalnya mengadopsi gaya arsitektur Pasar Johar, Semarang.
Namun pada 2014 wacana modernisasi mencuat, dan pada 2016 pembongkaran dimulai—meski status cagar budaya belum final.
Setelah penetapan resmi sebagai cagar budaya pada 2017, proyek sempat dihentikan, namun kembali berlanjut sebelum akhirnya mangkrak pada 2018.
Pada 2022, kontrak Build-Operate-Transfer (BOT) dan Hak Guna Usaha (HGU) dibatalkan. Kasus ini masuk ke ranah hukum sejak 2023.
Penetapan dan Modus Dugaan Korupsi
Menurut Aspidsus Kejati Sumsel, Umaryadi, penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memperoleh cukup alat bukti. Berikut daftar resmi tersangka:
AT hingga kini belum memenuhi panggilan karena masih berada di luar negeri dan telah dicekal.
Umaryadi mengungkapkan bahwa proyek ini merupakan bagian dari rencana pemanfaatan aset Pemprov Sumsel untuk mendukung Asian Games 2018 melalui skema Bangun Guna Serah (BGS). Namun proses pengadaan tidak sesuai prosedur, dan mitra BGS tidak memenuhi syarat.
“Penandatanganan kontrak dilakukan tidak sesuai aturan. Bangunan cagar budaya Pasar Cinde dibongkar dan terdapat aliran dana dari mitra ke pejabat untuk pengurangan BPHTB,” jelasnya.
Upaya Halangi Penyidikan
Lebih mengejutkan, penyidik menemukan bukti digital berupa percakapan yang menunjukkan adanya:
– Niat menghalangi penyidikan (obstruction of justice)
– Rencana “pasang badan” dengan kompensasi hingga Rp17 miliar
– Upaya mencari “pemeran pengganti” untuk menjadi tersangka.
Hal ini membuka kemungkinan penerapan pasal tambahan terkait upaya menghalangi penyidikan.
Catatan Redaksi:
Kasus Pasar Cinde menjadi preseden buruk bagi tata kelola pembangunan berbasis investasi daerah. Nama besar dan proyek ambisius bukan jaminan keberhasilan jika dikaburkan oleh praktik korupsi dan penyalahgunaan kewenangan. (Nov)