Dua Subkontraktor BP Migas Diduga Langgar Aturan, Sorotan Tajam Terhadap PT. Citra Nusantara Gemilang dan PT. ENECAL Indonesia
Tanjung Jabung Barat, Jambi , RBO — Dua perusahaan yang berstatus sebagai subkontraktor proyek hulu migas di bawah pengawasan BP Migas, yakni PT. Citra Nusantara Gemilang dan PT. ENECAL Indonesia, tengah menjadi sorotan publik.
Keduanya diduga tidak mematuhi sejumlah ketentuan dan peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait standar pelaksanaan proyek, pengelolaan lingkungan, serta administrasi operasional di lapangan.
Informasi yang diperoleh dari sejumlah sumber di lapangan menyebutkan, proyek yang dijalankan kedua perusahaan itu berada di wilayah Kecamatan Betara, Desa Mandala Jaya, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi — kawasan yang menjadi bagian dari blok operasi migas PetroChina International Jabung Ltd.
Sejumlah warga dan aktivis lingkungan mengaku melihat adanya kegiatan proyek berupa penimbunan lahan, pengerasan jalan, serta pengangkutan material tanah urug yang diduga tidak memenuhi standar nasional (SNI) dan berpotensi mencemari lingkungan sekitar.
(FRIC), Fahmi Hendri menegaskan bahwa pihaknya telah menerima berbagai laporan dan dokumentasi dari masyarakat yang menunjukkan adanya pelanggaran teknis dan administratif di lapangan.
“Kami menemukan indikasi kuat bahwa PT. Citra Nusantara Gemilang dan PT. ENECAL Indonesia melaksanakan kegiatan tanpa mengantongi kelengkapan dokumen sesuai aturan Menteri ESDM. Mulai dari izin penggunaan lahan, dokumen UKL-UPL, hingga standar teknis pekerjaan migas,” tegas Rasyid saat dikonfirmasi, Kamis (13/11/2025).
“Subkontraktor yang bekerja di bawah BP Migas seharusnya menjadi contoh kepatuhan, bukan justru mengabaikan aturan. Ini bukan persoalan kecil, karena menyangkut kepentingan publik dan integritas proyek pemerintah,” tambahnya.
Menanggapi isu tersebut, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi, Ir. Hendra Suryana, M.Eng, menyampaikan bahwa pihaknya telah menurunkan tim pengawas untuk memverifikasi laporan masyarakat.
“Kami telah menerima laporan dari warga dan organisasi masyarakat sipil terkait aktivitas kedua perusahaan itu. Saat ini sedang kami lakukan pemeriksaan lapangan untuk memastikan apakah ada pelanggaran terhadap ketentuan Permen ESDM No. 26 Tahun 2018 tentang Standar Pelaksanaan Usaha Penunjang Kegiatan Hulu Migas,” jelas Hendra.
“Jika nanti terbukti ada pelanggaran, maka sanksinya bisa tegas: mulai dari teguran tertulis, penghentian sementara kegiatan, hingga pencabutan izin operasi sesuai mekanisme hukum yang berlaku,” ujarnya.
Sementara itu, sejumlah warga Desa Mandala Jaya juga menyampaikan keresahan mereka akibat dampak kegiatan proyek tersebut. Samsul Bahri, tokoh masyarakat setempat, menyebutkan bahwa aktivitas kendaraan proyek dan pengerjaan tanah urug telah menimbulkan kerusakan jalan desa serta pencemaran aliran parit pertanian.
“Sejak proyek itu berjalan, jalan utama kami jadi rusak berat karena dilewati truk bermuatan berat. Parit sawah juga mulai tertutup lumpur. Kami hanya minta mereka bertanggung jawab dan memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan,” kata Samsul.
Beberapa warga lainnya juga berharap pemerintah daerah dan BP Migas tidak diam melihat persoalan ini. Mereka meminta agar dilakukan audit menyeluruh terhadap seluruh subkontraktor yang terlibat dalam proyek hulu migas di wilayah tersebut.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak BP Migas belum memberikan pernyataan resmi. Namun sumber internal dari lingkungan PetroChina International Jabung Ltd., selaku kontraktor utama di blok Betara, membenarkan bahwa mereka telah menerima laporan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh dua subkontraktor tersebut.
“PetroChina selalu berkomitmen terhadap prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan Kepatuhan Lingkungan. Kami akan berkoordinasi dengan BP Migas serta pihak ESDM untuk melakukan evaluasi mendalam. Jika terbukti ada pelanggaran, tentu akan ada tindakan sesuai ketentuan,” ungkap sumber tersebut yang enggan disebutkan namanya.
Aktivis lingkungan dari Koalisi Hijau Jambi, Novi Yanti, juga menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap kegiatan subkontraktor di sektor energi.
“Selama ini, yang diawasi hanya kontraktor utama, padahal banyak pelanggaran justru terjadi di tingkat subkontraktor. Pemerintah harus transparan, membuka hasil audit kepada publik, dan memastikan tidak ada lagi praktik yang merugikan lingkungan maupun masyarakat,” ujar Novi.
Ketua FRIC menegaskan bahwa pihaknya akan melayangkan surat resmi kepada Kementerian ESDM, SKK Migas Sumbagsel, dan Inspektorat Jenderal untuk meminta audit independen terhadap seluruh kegiatan kedua perusahaan tersebut di wilayah kerja BP Migas.
“Kami akan kawal kasus ini sampai tuntas. Jangan sampai proyek yang seharusnya membawa manfaat bagi masyarakat justru menimbulkan kerusakan dan pelanggaran hukum,” tutup Ahmad Rasyid. (YS)
