Disdikbud Subang Catat ada 19.800 anak Subang Berhenti Sekolah, Dominasi Alasan Ekonomi
Subang, RBO – Fenomena anak putus sekolah masih menjadi persoalan serius di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Hingga Oktober 2025, tercatat sebanyak 19.800 anak di Subang terpaksa berhenti sekolah, sebagian besar karena faktor ekonomi dan pernikahan dini.
Menurut data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Subang, mayoritas kasus terjadi pada anak di jenjang SMP menuju SMA atau sederajat.
Kepala Disdikbud Kabupaten Subang, Nunung Suryani, mengungkapkan bahwa banyak anak memilih berhenti sekolah karena harus membantu orang tua bekerja, terutama di sektor pertanian dan perdagangan.
“Sebagian besar dari jenjang SMP ke SMA berhenti karena faktor ekonomi. Ada yang ikut orang tua bekerja, ada pula yang mengalami kecelakaan (hamil) sehingga tidak bisa melanjutkan ke tingkat SMA,” ujar Nunung.
Selain tekanan ekonomi, pernikahan dini juga menjadi penyebab signifikan yang memutus akses pendidikan bagi anak-anak Subang.
Nunung menjelaskan, pihaknya saat ini tengah melakukan verifikasi dan pengecekan ulang (rechecking) terhadap data 19.800 anak putus sekolah yang diterima dari Kementerian Pendidikan.
Langkah ini penting untuk memastikan data mencakup siswa yang benar-benar putus sekolah di tengah jalan, maupun mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya, seperti dari SD ke SMP atau dari SMP ke SMA/sederajat.
“Kami berkoordinasi dengan pihak desa dan kecamatan untuk memastikan data valid. Selain itu, program seragam gratis diharapkan dapat menumbuhkan kembali minat anak-anak untuk bersekolah,” tambah Nunung.
Tingginya angka anak putus sekolah ini menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Subang. Disdikbud Subang berkomitmen mendorong anak-anak tersebut untuk kembali bersekolah dengan berbagai bentuk dukungan.
Beberapa program yang disiapkan antara lain pemberian seragam sekolah gratis, bantuan perlengkapan belajar, serta koordinasi lintas sektor untuk memastikan anak-anak mendapatkan akses pendidikan yang layak.
“Harapan kami, tidak ada lagi anak di Subang yang kehilangan kesempatan belajar karena alasan ekonomi atau pernikahan dini,” tutup Nunung. (A. Wahyudin)