Konsolidasi Nasional Bahas Keburukan Negara, Panitia Mengaku dapat Tekanan

https://www.profitablecpmrate.com/ki4sf672yj?key=11d19e0ce7111b57c69b1b76cd2593c6

JAKARTA, RB.Online – Sejumlah elemen mahasiswa bersama petani, nelayan, buruh, akademisi hingga aktivis 98 menggelar Konsolidasi Nasional Rakyat Indonesia.

Ketua Panitia Febriditya Ramdhan Dwi Rahyanto menyebut sekitar 300 peserta datang mewakili 34 provinsi.

Acara dihelat di Gedung Pandansari, Cibubur, Jakarta Timur pada Selasa kemarin (10/5). Konsolidasi berlangsung tiga hari hingga tanggal 12 Mei 2022.

Agenda pembacaan dan penyampaian hasil konsolidasi nasional akan disampaikan kepada publik di hari terakhir, yakni Kamis mendatang (12/5).

Saat acara berjalan pada Selasa kemarin, Ketua Panitia Konsolidasi Febriditya Ramdhan Dwi Rahyanto mengaku mendapat tekanan. Mereka tiba-tiba tidak dibolehkan menggunakan gedung tersebut, padahal panitia sudah membayar lunas.

“Kami sudah mengikuti prosedur untuk menyampaikan pemberitahuan ke aparat baik polsek, polres, bahkan sampai ke polda, sudah oke semua, tetapi di hari pelaksanaan saat peserta dari berbagai daerah sudah datang dan mau menggunakan gedung tiba-tiba dilarang” ujar Adit, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (11/5/2022).

Konsolidasi akhirnya dilaksanakan di luar gedung, di lapangan dan di lorong-lorong penginapan peserta. Agenda tetap berjalan meski tidak di dalam ruangan seperti yang direncanakan.

Pengamat politik Ubedilah Badrun yang hadir dalam acara menyebut, ada tekanan dari orang penting yang enggan disebutkan namanya. Karena itu, sampai saat ini kegiatan belum bisa digelar di dalam gedung.

“Selalu alasannya perizinannya dipertanyakan. Jika sampai jam 11 belum mau di buka juga maka sidang pleno setelah zuhur akan dilaksanakan di pelataran,” kata Ubed.

Dalam acara tersebut, sejumlah akademisi turut hadir di lokasi. Di antaranya pengamat politik Ubedilah Badrun, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, hingga ahli hukum tata negara Bivitri Susanti.

Dalam kesempatan itu, Bivitri menyebut ada persoalan serius dalam tata kelola negara Indonesia. Di antaranya terkait penyusunan undang-undang yang mengabaikan aspirasi.

“Saya melihat cara mengelola negara ini sangat buruk, diliputi KKN, menyusun undang-undang saja terlihat sangat ugal-ugalan mengabaikan suara rakyat ” ujar Bivitri.

Sementara itu, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan dalam pemaparanya mengatakan, ekonomi Indonesia dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Ia menyebut APBN Indonesia saat ini defisit hingga Rp1.000 triliun.

“APBN kita defisit Rp1.000 triliun, APBN naik menjadi sekitar Rp2.700 triliun pada tahun 2021 tetapi jumlah daerah miskin bertambah. Kenaikan APBN itu hanya dinikmati oligarki melalui insentif pajak, bisnis PCR dan lain-lain,” ujar Anthony.

Di kesempatan yang sama, pengamat politik Ubedilah Badrun menyebut reformasi telah dikhianati. Menurutnya, korupsi, kolusi, dan nepotisme saat ini kembali merajalela di berbagai aspek.

“Penguasa yang dikendalikan oligarki adalah fakta yang tidak bisa dibantah bahwa negara ini telah dikhianati, rakyat telah dikhianati, reformasi telah dikhianati,” pungkas Ubed. (Net)

Related posts

Leave a Comment