419 Lulusan BLK Disnaker Subang Tahun 2024 Masih Nganggur, Rona: Kolaborasi dan Kepatuhan Perusahaan Jadi Kunci
SUBANG, RBO – Sebanyak 419 lulusan pelatihan dari Balai Latihan Kerja (BLK) Disnaketrans Subang tahun 2024 masih nganggur. Bahasa halus dari Kepala Disnakertrans Subang, Rona Mairansyah, mereka masih belum terserap di dunia kerja.
Rona menjelaskan, sepanjang tahun 2024, UPTD BLK Disnakertrans Subang telah menyelenggarakan 51 paket pelatihan dengan total peserta sebanyak 913 orang.
Dari jumlah itu, sebanyak 329 orang berhasil ditempatkan di dunia kerja, 165 membuka usaha mandiri dan sementara 419 orang lainnya masih belum terserap.
“Target kami di 2025 adalah meningkatkan tingkat serapan kerja lulusan pelatihan dari 60 persen menjadi 85 persen. Namun tantangan terbesarnya adalah minimnya minat peserta untuk bekerja di luar Subang, padahal permintaan tenaga kerja dari luar daerah cukup tinggi,” kata Rona kepada RBO , Selasa (29/7/2025).
Untuk peserta yang belum terserap, Disnakertrans terus berupaya mencarikan peluang kerja. Namun, proses ini tidak selalu berjalan optimal karena sebagian besar perusahaan tidak melaporkan informasi rekrutmen kepada Disnaker.
Meski Subang berkembang pesat dengan hadirnya kawasan industri, Rona menyebut, transparansi informasi lowongan kerja masih menjadi persoalan mendasar. Disnakertrans menyebut hanya sedikit perusahaan yang secara rutin melaporkan proses rekrutmennya.
“Hingga kini, baru beberapa perusahaan seperti PT. Uwu-Jump Pagaden dan PT. SUAI yang aktif menyampaikan informasi lowongan ke kami,” ungkap Rona.
Padahal, menurutnya, keterbukaan informasi ini sangat penting tidak hanya untuk membantu para pencari kerja, tetapi juga sebagai bentuk kepatuhan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No. 57 Tahun 2023 yang mewajibkan perusahaan melaporkan lowongan kerja ke pemerintah.
“Kolaborasi dengan perusahaan menjadi kunci. Kami berharap seluruh perusahaan di Subang patuh terhadap regulasi ini demi pemerataan kesempatan kerja dan pengawasan rekrutmen,” ungkapnya.
Sebagai langkah konkret, Disnakertrans Subang tengah membangun sistem database pencari kerja berbasis data kartu kuning, alumni BLK, dan Bursa Kerja Khusus (BKK) sekolah. Dengan sistem ini Disnaker dapat menyalurkan pencari kerja sesuai kualifikasi yang dibutuhkan perusahaan.
Rona menambahkan, upaya ini bertujuan untuk menghindari praktik pungli dalam proses rekrutmen serta memperketat pengawasan terhadap penyaluran tenaga kerja.
“Kami imbau semua perusahaan segera melaporkan kebutuhan tenaga kerjanya kepada Disnakertrans. Ini untuk kepentingan bersama, terutama masyarakat Subang,” jelasnya.
Rona juga menyampaikan perihal usulan anggaran Rp2 miliar untuk pelatihan kerja yang dipertanyakan oleh anggota DPRD H Adik.
Rona mengatakan, anggaran yang diusulkan dalam anggaran perubahan APBD 2025 itu untuk mendukung penguatan fungsi Balai Latihan Kerja (BLK).
Penambahan anggaran ini difokuskan pada modernisasi fasilitas, rehabilitasi gedung, dan peningkatan program pelatihan kerja.
“Salah satu urgensi utama anggaran ini adalah pengadaan peralatan pelatihan berbasis industri 4.0 seperti Programmable Logic Controller (PLC) dan Internet of Things (IoT). Ini penting agar lulusan BLK siap menghadapi dunia kerja yang semakin mengarah ke sistem robotik dan otomasi,” terangnya
Selain untuk alat, kata Rona, sebagian anggaran akan digunakan untuk merehabilitasi gedung BLK dan menunjang pelatihan lanjutan agar lebih adaptif terhadap kebutuhan industri.
Sebelumnya, Ketua Fraksi PDIP DPRD Subang H Adik mempertanyakan alasan penambahan anggaran Rp2 miliar untuk program pelatihan kerja. Anggaran itu diusulkan oleh Disnakertrans dalam APBD perubahan 2025.
Politisi asal Pantura Subang itu tak ingin penambahan anggaran tersebut tidak memberikan dampak apapun terhadap peningkatan kompetensi masyarakat dan serapan tenaga kerja.
Dia ingin, anggaran Rp2 miliar itu tepat sasaran. Yakni masyarakat yang dilatih bisa memiliki skill dan terserap di dunia kerja serta bisa berwirausaha.
“Hari ini kegiatannya selalu pelatihan, pelatihan, pelatihan terus. Seolah-olah semua warga Subang belum punya keterampilan. Padahal banyak juga yang sudah terampil, bahkan pernah bekerja dan kemudian kena PHK, atau alumni-alumni dari LPK di tiap kecamatan,” ujar H. Adik.
Ia menilai, tantangan utama saat ini bukan hanya bagaimana mencetak tenaga kerja baru, melainkan bagaimana pemerintah daerah dapat memfasilitasi tenaga kerja yang sudah siap pakai agar bisa langsung terserap oleh industri yang ada.
“Jangan hanya fokus pada pelatihan. Mereka yang sudah dilatih, yang sudah punya sertifikat, juga harus dibantu disalurkan. Kalau tidak, percuma saja pelatihan itu. Anggaran yang besar malah jadi tidak produktif,” tegasnya.
H. Adik pun mempertanyakan urgensi tambahan anggaran Rp2 miliar tersebut. Ia meminta agar dinas tenaga kerja dapat menyampaikan secara terbuka target yang ingin dicapai, serta proyeksi berapa persen peserta pelatihan yang akan benar-benar terserap kerja.
“Kalau misalnya dilatih 100 orang untuk jadi operator forklift atau lainnya, berapa yang bisa langsung kerja? Jangan hanya andalkan harapan. Subang ini punya banyak pabrik, tapi harus ada sistem penyalurannya,” tambahnya.
Ia pun mengingatkan bahwa penyerapan tenaga kerja adalah bagian dari janji politik kepala daerah dalam menekan angka pengangguran.
“Karena itu, program pelatihan yang dibiayai APBD harus memberi hasil nyata bagi masyarakat Subang. Sehingga, program pak Bupati Reynaldy dalam mengurangi angka pengangguran bisa terjabarkan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja,” pungkasnya. (A. WAhyudin)