BOGOR, RB.Online – Menindaklanjuti berita sebelumnya, titik terang mulai tampak mengenai dugaan terjadinya kolusi dan nepotisme di proyek ABT, melalui penunjukan langsung Dinas PUPR di Kabupaten Bogor.
Yakni, pada proyek revitalisasi- normalisasi saluran dan TPT, di saluran irigasi DI Cikiruh II desa Neglasari Kec Dramaga.
Karena oknum PNS di UPT wilayah terkait telah mengakui hal itu, bahwa kontraktor pelaksananya tersebut adalah saudaranya, melalui komunikasi pesan WhatsApp, pada Kamis (9/12/2021).
Dari informasi yang diperoleh Media RB.Online, dari beberapa pekerja di lokasi proyek, pun meng-iyakan perihal tersebut dengan bangganya di hadapan wartawan.
Saat RB.Online kembali turuni lokasi proyek pada Rabu (8/12/2021), sepanjang pengetahuan, terkait hal pelaksanaan kerjanya di lokasi, juga kondisi pisik material untuk kuantitas maupun kualitas, secara kasad mata tampak baik dan tak ada masalah.
Namun, yang menjadi masalah dan dipertanyakan sejak awal oleh RB.Online, adalah tak adanya transparansi dari pihak terkait proyeknya. Baik dari kontraktornya, maupun dari UPT terkait otoritas wilayah kerjanya, yakni UPT Pengairan Wilayah Leuwiliang.
Papan informasi proyeknya pun hingga beritanya diturun kan kembali masih tetap belum dipasang dilokasi proyek tersebut. Sedangkan di beberapa titik lainnya, yang status proyeknya sejenis (proyek ABT melalui PL/Penunjukan Langsung) dari PUPR, di titik proyeknya sudah terpasang papan informasi proyek.
Untuk keperluan informasinya, terkesan amat kompak tertutup. Bagaimana tidak, mulai pihak UPT terkaitnya, hingga kontraktor pelaksana dilapangan pun jangankan dapat ditemui langsung, untuk berkomunikasi ke sarana komunikasi yang dimilikinya, tetap susah. Dan anehnya lagi semua pekerja proyeknya, tidak seorang pun yang miliki kontak si Bos kontraktornya. Ada apa dengan itu semua? Anehnya, para pekerja maupun mandor tidak tahu nama perusahaan tempat mereka bekerja.
Dari kronologis diatas tersebut, hanya pernah didapat suatu informasi dari mandor proyeknya, Andri (Senin 6/12/2021) lalu. Bahwa Bos mereka tidak bisa turun tiap hari ke proyeknya tersebut, karena proyeknya bukan hanya disitu, juga bukan hanya satu dua proyek.
“Pak Idik gak bisa setiap hari ke sini, Pak. Dia kan proyeknya banyak, tidak hanya disini saja. Punya banyak proyek di tempat tempat lainnya lagi Pak,” ungkap Andri saat itu.
Apapun yang terjadi, di masing-masing pihak terkaitnya, diduga kuat menyembunyikan suatu hal sejak awal. Terlepas dari masalah apa yang mereka sembunyikan di dalamnya, dari sana lah pertanyaan baru terpicu muncul. Yakni, ke mana fungsi pengawasan dari pihak Komisi III di DPRD Kabupaten Bogor, serta Bawasda/Inspektorat di internal PemKab Bogor, selaku monitor regulasi pengguna anggaran ???
Mengingat adanya hal yang didugakan, dugaan terjadinya praktik Kolusi dan Nepotisme realisasi proyek tersebut, itu jelas merusak dan hancurkan marwah serta karsa suci reformasi di Negeri ini. Dimana kedua point tadi termaktub dalam bagian cita-cita pengentasan di dalamnya, yakni Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Meski masalah diurusan proyek tersebut belum ditemukan suatu indikator Korupsi nya, itu hanya masalah waktu. Dari itulah dituntut lebih seriusnya kinerja aparat penegakan hukum pada praktik tupoksi mereka. Terutama menyangkut penggunaan anggaran, yang rentan dan sensitif, memicu penyelewengan dan melabrak UU Tindak Pidana Korupsi. (Asep Didi)