Dede Farhan Aulawi Sampaikan Pandangan Penegakan Hukum Militer

BANDUNG, RBO – Sebagai negara hukum, seluruh warga negara Indonesia tentunya harus patuh dan taat pada hukum yang berlaku. Hal ini berlaku dan tidak memandang perbedaan perlakuan (diskriminasi) terhadap siapapun pelaku pelanggar hukumnya.

Termasuk di lingkungan militer karena Prajurit TNI adalah warga negara yang tunduk pada hukum dan memegang teguh disiplin, taat kepada atasan, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Hal ini diatur dalam undang-undang nomor 25 tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer, dan keputusan Panglima TNI Nomor Kep/22/VIII/ 2005 tanggal 10 Agustus 2005.

Dimana keduanya mengatur hukum dan peraturan disiplin prajurit. Bilamana ada oknum seorang prajurit yang melanggar aturan ini tentu akan mendapatkan sanksi.

Hal tersebut dikatakan Pemerhati Hukum Militer Dede Farhan Aulawi di Bandung, Rabu (6/7/2022) dalam obrolan santai di sore hari untuk diskusi ringan seputar penegakan hukum militer.

Dede selama ini dikenal sebagai salah satu anak bangsa yang menaruh perhatian besar untuk mewujudkan prajurit yang profesional, tangguh dan tetap dekat dengan rakyat.

“TNI adalah anak kandung rakyat Indonesia, lahir dan besar di tengah – tengah rakyat. Oleh karena itu, ia harus peka dengan denyut nadi kesulitan dan kekhawatiran rakyat,” ujar Dede.

Kemudian Dede juga menjelaskan bahwa penegakan hukum pada dasarnya merupakan konsep- konsep mengenai keadilan, kemanfaatan, kebenaran serta konsep lainnya.

“Sehingga konsep- konsep tersebut menjadi kenyataan dalam kehidupan yang ada. Secara garis besar, penegakan hukum di masyarakat terbagii kedalam dua bentuk penegakan yaitu secara preventif dan refresif,” terang Dede.

Dia menjelaskan, penegakan hukum secara preventif yaitu penegakan hukum yang dilakukan sebelum adanya tindak pidana yang mana dalam penegakan ini lebih didahulukan upaya pencegahan agar tidak terjadi suatu tindak pidana.

“Sementara, penegakan hukum secara refresif yaitu penegakan hukum yang dilakukan setelah tindak pidana itu terjadi artinya dalam penegakan hukum ini harus bisa mengembalikan suatu keadaaan kembali ke suatu keadaan sebeum terjadinya tindak pidana,” papar Dede.

Lebih lanjut ia menambahkan, bahwa jika melihat pada teori penegakan hukum menurut Joseph Goltein, dijelaskan ada tiga macam, yaitu Total enforcement, Full enforcement, dan Actual enforcement.

Total enforcement yaitu suatu aturan penegakan hukum secara total namun para penegaknya masih dibatasi dalam aturan- aturan seperti dalam penangkapan, penahanan, pengeledahan, penyitaan dan pemeriksaan pendahuluan.

Sementara Full enforcement yaitu penegakan hukum ini bersifat total namun daerah yang tidak dapat penegak hukumnya ini yang diharapkan agar terlaksana secara maksimal. Kemudian Actual enforcement yaitu dalam penegakan hukum secara total dianggap tidak realistis.

“Karena banyaknya keterbatasan waktu, personil, alat- alat penunjang, dana dan lainnya, yang dimana dari kesemuanya ini harus dapat bijak dalam melakukan penegakan,” terangnya.

Dede menyebut, dalam Hukum Militer secara garis besar dibagi dua, yaitu Hukum Disiplin Militer dan Hukum Pidana Militer. Hukum Disiplin Militer pada hakikatnya adalah hukum disiplin prajurit karena didalam hukum disiplin sudah pasti ada aturan-aturan didalam lingkungan prajurit guna menjaga perilaku dan kehormatan dalam lingkungannya.

“Sebagaimana diatur dalam Undang- undang No. 40 Tahun 1947 tentang kitab undang- undang hukum disiplin tentara (KUHDT) sebelum akhirnya digantikan oleh Undang – undang No. 25 tahun 2004 tentang Hukum Disiplin Militer,” ungkapnya.

Dede mengatakan, hukum disiplin militer sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (3) Undang – undang No. 25 Tahun 2004, bahwa hukum disiplin militer adalah suatu peraturan dan norma untuk mengatur, membina, menegakkan disiplin, dan tata kehidupan yang berlaku bagi militer.

Atas segala perbuatan dan/atau tindakan yang dilakukan oleh militer yang melanggar hukum dan/ atau peraturan disiplin militer dan atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan sendi– sendi kehidupan militer yang berdasarkan sapta marga dan sumpah prajurit.

Disiplin adalah pernyataan keluar (outward manifestation) dari pada sikap mental (mentale holding) seseorang prajurit. Pernyataan keluar (outward manifestation) artinya bahwa disiplin adalah ketaatan lahir bathin tanpa adanya paksaan yang datang dari hati setiap prajurit.

“Lantaran itu, bagi anggota yang melanggar peraturan disiplin dapat dikenai sanksi hukuman disiplin yang diatur sebagaimana dalam undang- undang hukum disiplin militer No. 25 Tahun 2004 tentang Hukum Disiplin Militer,” ucapnya.

Bentuk pelanggaran disiplin ada 2 macam yaitu pelanggaran disiplin murni dan pelanggaran disiplin tidak murni sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang- undang No. 25 Tahun 2004 tentang Hukum Disiplin Militer.

Pelanggran disiplin murni disini merupakan setiap perbuatan bukan tindak pidana, tetapi bertentangan dengan perintah kedinasan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata kehidupan prajuirt.

Sedangkan pelanggaran disiplin tidak murni yaitu suatu perbuatan pidana, akan tetapi karena perbuatan yang dilakukan sangat ringan hukumannya bisa saja diselesaikan oleh atasan yang berhak menghukum (ANKUM).

Hukum pidana adalah suatu aturan terhadap seseorang yang melakukan perbuatan yang menyimpang dari ketentuan- ketentuan peraturan, sifatnya memaksa apabila dilanggar mendapatkan hukuman.

Sanksi hukum pidana berupa penderitaan, yakni berupa hukuman yang diancam kepada sipelanggar berupa hukuman mati, hukuman penjara, hukuman denda dan pencabutan hak- hak tertentu dan sebagainya.

Pengertian Militer adalah  seorang yang dipersenjatai dan disiapkan untuk melakukan Pertempuran – pertempuran atau peperangan terutama dalam rangka pertahanan dan keamanan negara. Sedangkan pengertian secara formil militer terdapat didalam Pasal 46, 47 dan 49 Kitab Undang- undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).

Ditinjau dari sudut justisiable maka Hukum Pidana Militer (dalam arti Materiil dan Formil) adalah bagian dari hukum positif, yang berlaku bagi justiable peradilan militer, yang menentukan dasar- dasar dan peraturan- peraturan tentang tindakan- tindakan yang merupakan larangan – larangan.

“Dan keharusan serta terhadap pelanggaran diancam dengan pidana, yang menentukan dalam hal apa dan bilamana pelanggar dapat dipertanggung-jawabkan atas tindakannya dan menentukan juga cara penuntutan, penjatuhan pidana dan pelaksanaan pidana, demi terciptanya ketertiban hukum,” pungkas Dede. (Asep Didi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *